Ong adalah sosok yang berhasil menjembatani perbedaan bahasa dan budaya antara Inggris dan Mandarin yang jarang ada di Singapura.
Jadi, hal-hal inilah yang membawa saya ke Singapura. Saya mulai mengikuti Ong dalam salah satu kunjungan yang dilakukannya setiap dua kali seminggu di GRC Sembawang.
Saya mengamatinya dari sisi-sisi yang lain. Saya melihat bagaimana dia menemui warga dengan beragam kultur yang tinggal di blok apartemen studio yang relatif baru milik pemerintah.
Ong menunjukkan pesonanya dengan menghabiskan waktunya berfoto sambil mengobrol bersama warga.
Ada pasangan Tionghoa tua, lalu ada satu-dua perempuan yang mengeluhkan tentang sampah, kemudian ada juga lelaki Tamil, dan lelaki muda bersama bibinya yang berjilbab. Semuanya menggambarkan kehidupan masyarakat Singapura.
Ong melayani keluh kesah semuanya dengan cekatan dengan memberinya penjelasan yang meyakinkan.
Wilayah Sembawang dan terutama Yishun di area Gambas, yang merupakan daerah konstituen Ong, adalah daerah yang tidak terduga, sangat menakjubkan.
Daerah itu terletak di ujung bagian utara Singapura, dan tepat di seberang Causeway dari Malaysia. Konstituen di daerah ini sangat berbeda dengan di daerah lain yang padat yang saya tahu.
Rawa-rawa di Simpang hingga ke timur laut Yishun dan bagian lain dari Sembawang adalah area lahan negara yang belum berkembang. Ini mengingatkan saya pada daerah pinggiran kota yang masih dalam pembangunan di luar kota-kota Asia Tenggara, seperti Manila, Surabaya atau bahkan Hanoi.
Singkatnya, ini adalah sebuah area yang memiliki potensi sangat besar di masa depan. Memang, ungkapan "potensi masa depan" adalah sesuatu yang kerap muncul saat saya berbincang dengan Ong.
Namun, pada saat saya duduk bersamanya kemudian, saya tahu dia tidak akan secara gamblang menceritakan tentang ambisinya ataupun tentang 38 Oxley Road. Tak perlu dikatakan lagi, Ong adalah orang yang berhati-hati, fokus dan disiplin atas apa yang akan disampaikan.
Orang yang tidak terlalu mengenal dirinya akan menyebutnya "membosankan." Namun, ketika dia berbicara tentang pendidikan, saya harus mengakuinya bahwa saya terkejut.
Dia sangat menguasai topik ini - terutama "pendidikan seumur hidup" dan adanya gelombang semangat serta tekad.
Ketika ditanya tentang bagaimana negara ini mempersiapkan era otomatisasi, dia menyatakan bahwa, "Singapura mengambil pendekatan yang berbeda dari sekadar mengajarkan siswa coding dan Artificial Intelligence... karena semuanya berubah begitu cepat, maka jauh lebih penting untuk fokus pada hal-hal mendasar. "
"Kita harus menanamkan kepada para murid rasa keingintahuan dan kesenangan dalam belajar, ajari mereka bagaimana bekerja dalam tim dan bersikap baik dengan orang lain, terutama saat bekerja dalam budaya yang berbeda," katanya.