Salin Artikel

Sosok Ong Ye Kung dan Masa Perselisihan di Singapura

"Perselisihan” ini dapat dikatakan mencapai puncaknya dengan terjadinya pertikaian di dalam keluarga Lee yang mencengangkan, terkait wasiat almarhum Lee Kuan Yew atas rumah peninggalannya di 38 Oxley Road.

Pada masa lalu, media yang sudah dikendalikan pemerintah bisa “berhasil” mengatasi segala debat publik. Tapi, dengan kemunculan media sosial saat ini, solusi atau upaya pemerintah untuk menutup-nutupi sebuah kasus secara rapi, mustahil dilakukan.

Ini sulit untuk memahami sebuah maksud baik dan para teknokrat People’s Action Party (PAP), partai yang berkuasa saat ini, menghadapi tantangan politik ini.

Terlebih lagi, semua ini terjadi di tengah ketidakpastian politik pasca jatuh pingsannya Perdana Menteri Lee Hsien Loong dan Menteri Keuangan Heng Swee Keat yang mengejutkan di muka publik tahun lalu.

Kerisauan bertambah ketika kalangan elit terlihat berupaya tidak memasukkan Wakil Perdana Menteri Tharman Shanmugaratnam dari semua pembicaraan suksesi. Padahal keturunan Singapura-India ini adalah sosok yang sangat dihormati.

Sekarang perhatian terpusat pada PAP yang disebut juga "Fourth Generation", terutama pada enam pria yang disorot Straits Times tahun lalu sebagai calon pemimpin masa depan.

Mencoba memahami perkembangan Singapura saat ini, saya tertarik dengan satu dari enam nama tersebut, yakni Ong Ye Kung, Menteri Pendidikan Tinggi dan Keterampilan, dan Menteri Kedua Pertahanan.

Mengapa? Terdapat tiga poin penting yang menarik sebelum saya bertemu dengannya.
Pertama, pria tampan berusia 47 tahun ini telah bertahun-tahun bekerja di bawah Lee Hsien Loong secara pribadi.

Dia pernah menjadi Sekretaris Pers Hsien Loong pada 1997 hingga 2003, dan kemudian menjadi Sekretaris Pimpinan Utama dari 2003 hingga 2005. Kedekatan semacam itu memberikan sebuah ikatan kepercayaan yang dalam dan lama di antara kedua pria tersebut.

Kedua, Ong adalah orang yang “kaya akan pengalaman”. Sebagian besar kader PAP hanya sekejap mengalami kesuksesan ketika menuju puncak.

Namun, Ong pernah dikalahkan habis-habisan di Aljunied Group Representation Constituency (GRC) bersama mantan Menteri Luar Negeri, George Yeo, dalam perjalanan politik perdananya pada Pemilu 2011.

Itu adalah momen yang memalukan bagi bintang yang sedang naik daun itu. Situasi itu memaksanya untuk mengevaluasi kembali dirinya sendiri.

Tumbuh dengan bahasa Mandarin sebagai bahasa percakapan sehari-harinya, Ong berhasil beralih menggunakan Bahasa Inggris dengan fasih. Dia juga lulusan dari London School of Economics (LSE).

Ong adalah sosok yang berhasil menjembatani perbedaan bahasa dan budaya antara Inggris dan Mandarin yang jarang ada di Singapura.

Jadi, hal-hal inilah yang membawa saya ke Singapura. Saya mulai mengikuti Ong dalam salah satu kunjungan yang dilakukannya setiap dua kali seminggu di GRC Sembawang.

Saya mengamatinya dari sisi-sisi yang lain. Saya melihat bagaimana dia menemui warga dengan beragam kultur yang tinggal di blok apartemen studio yang relatif baru milik pemerintah.

Ong menunjukkan pesonanya dengan menghabiskan waktunya berfoto sambil mengobrol bersama warga.

Ada pasangan Tionghoa tua, lalu ada satu-dua perempuan yang mengeluhkan tentang sampah, kemudian ada juga lelaki Tamil, dan lelaki muda bersama bibinya yang berjilbab. Semuanya menggambarkan kehidupan masyarakat Singapura.

Ong melayani keluh kesah semuanya dengan cekatan dengan memberinya penjelasan yang meyakinkan.

Wilayah Sembawang dan terutama Yishun di area Gambas, yang merupakan daerah konstituen Ong, adalah daerah yang tidak terduga, sangat menakjubkan.

Daerah itu terletak di ujung bagian utara Singapura, dan tepat di seberang Causeway dari Malaysia. Konstituen di daerah ini sangat berbeda dengan di daerah lain yang padat yang saya tahu.

Rawa-rawa di Simpang hingga ke timur laut Yishun dan bagian lain dari Sembawang adalah area lahan negara yang belum berkembang. Ini mengingatkan saya pada daerah pinggiran kota yang masih dalam pembangunan di luar kota-kota Asia Tenggara, seperti Manila, Surabaya atau bahkan Hanoi.

Singkatnya, ini adalah sebuah area yang memiliki potensi sangat besar di masa depan. Memang, ungkapan "potensi masa depan" adalah sesuatu yang kerap muncul saat saya berbincang dengan Ong.

Orang yang tidak terlalu mengenal dirinya akan menyebutnya "membosankan." Namun, ketika dia berbicara tentang pendidikan, saya harus mengakuinya bahwa saya terkejut.

Dia sangat menguasai topik ini - terutama "pendidikan seumur hidup" dan adanya gelombang semangat serta tekad.

Ketika ditanya tentang bagaimana negara ini mempersiapkan era otomatisasi, dia menyatakan bahwa, "Singapura mengambil pendekatan yang berbeda dari sekadar mengajarkan siswa coding dan Artificial Intelligence... karena semuanya berubah begitu cepat, maka jauh lebih penting untuk fokus pada hal-hal mendasar. "

"Kita harus menanamkan kepada para murid rasa keingintahuan dan kesenangan dalam belajar, ajari mereka bagaimana bekerja dalam tim dan bersikap baik dengan orang lain, terutama saat bekerja dalam budaya yang berbeda," katanya.

Keingintahuan dan kesenangan dalam belajar? Dan pemikiran ini datang dari menteri PAP? Tapi dia menekankan, "Kami memiliki sebuah sistem yang membantu murid menemukan kekuatan dan minat mereka. Kesenangan dalam belajar itu penting. Jika Anda menemukan sebuah ketertarikan tertentu pada diri Anda, maka ada jalan bagi Anda untuk mengejar hal tersebut."

"... Ekonomi kita saat ini lebih beragam dan menawarkan pekerjaan sesuai dengan berbagai minat ... Minat Anda harus mengarah pada pekerjaan yang bisa memberi penghasilan bagi Anda, dan juga pengakuan sosial. Anda sudah melihatnya, ini terjadi di berbagai bidang keahlian, misalnya di industri animasi digital. Lucas Film dan industri kreatif lainnya ada di sini, mereka tidak perlu lagi melihat kualifikasi tertulis, tapi portofolionya."

"Peran sekolah dan institusi harus beralih dari metode tradisional, yang hanya menyampaikan pengetahuan hingga memberikan pengalaman, serta keterampilan berkomunikasi. Jadi, sekarang sistemnya lebih banyak fokus ke belajar dari pengalaman, magang, kegiatan berkomunitas dan eksposur luar negeri. Tantangan utamanya adalah mengubah pola pikir para murid dan orang tua. Saya cukup yakin ini akan terjadi di generasi berikutnya."

Gagasan tentang Singapura yang berpusat pada masyarakat, baik dalam hal pendidikan atau pemerintahan, sejujurnya melawan intuisi dan ini cukup luar biasa.

Sebagai negara kota, yang menyadari bahwa pergerakan ekonomi masa depan bergantung pada sektor pendidikan, Singapura menganggarkan 12,9 miliar dollar Singapura (atau 17 persen dari total anggaran) tahun ini untuk kemajuan pendidikan warganya. Jumlah itu adalah dua kali lipat dari anggaran pendidikan 2005.

Namun yang lebih penting, peningkatan anggaran itu tampaknya disesuaikan dengan rekayasa ulang sistem pendidikan secara menyeluruh. Hal ini akan memiliki dampak yang dramatis terhadap masa depan politik dan masyarakat di Singapura.

Memang, menerapkan perubahan besar semacam itu akan menjadi tantangan yang berat, sekalipun dulu dia telah terbukti mampu meluncurkan terobosan sistem kualifikasi keterampilan tenaga kerja, saat menjabat Kepala Badan Pengembangan Tenaga Kerja (WDA) pada 2005 hingga 2008.

"Penting untuk tidak hanya mahir dalam berbahasa, tetapi juga menguasai pola pikirnya. Bahasa Mandarin bersifat holistik dan historis, sedangkan bahasa Inggris logis dan analitis. Saya percaya, belajar bahasa yang berbeda akan meningkatkan kemampuan berpikir."

Kemudian, saat saya memelajari masalah hubungan Singapura dengan China, barulah saya menyadari betapa hebatnya persiapan yang dilakukan Ong untuk beberapa dekade mendatang menghadapi Beijing yang akan menjadi semakin kuat.

Ong bukanlah seorang pemberontak atau sosok individualis. Tapi pengalaman pribadinya yang sangat tidak biasa, fakta bahwa dia pernah kalah dalam sebuah pemilihan, dan belajar dari pengalaman tersebut, ditambah minatnya di bidang pendidikan yang telah ia reformasi, menunjukkan bahwa dia adalah lelaki yang dengan tegas dan fokus pada “potensi masa depan”.

Hanya waktu yang akan menunjukkan apakah Ong benar-benar memiliki kapabilitas sebagai Perdana Menteri.

Namun, menurut saya, kepemimpinan di “Masa Perselisihan” saat ini akan lebih condong kepada orang-orang yang dapat melihat ke depan dan yang bertekad untuk melakukan pembangunan terstruktur.

https://internasional.kompas.com/read/2017/07/19/22575521/sosok-ong-ye-kung-dan-masa-perselisihan-di-singapura

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke