Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi di Balik Makin Populernya Jilbab di Dunia Internasional

Kompas.com - 05/05/2017, 17:09 WIB

Yang juga ramai diperbincangkan adalah popularitas blog-blog fesyen jilbab dan video tutorial yang dikhususkan bagi perempuan berjibab, yang ditonton jutaan kali.

Namun beberapa kalangan khawatir blog dan video semacam ini justru mengalihkan alasan utama menutup kepala, bukan karena alasan ajaran agama tapi agar dipandang lebih modis.

Muncul juga kekhawatiran bahwa urusan menutup aurat bagi perempuan Muslim, yang mestinya adalah hal yang suci, tercampuri atau terkotori oleh komersialisme.

Khadija Ahmed, Editor majalah online Another Lenz, mengatakan merek atau perusahaan yang mempromosikan jilbab justru bisa mendorong orang untuk tidak mengenakan penutup kepala tersebut.

"Kami tak memerlukan dukungan perusahaan arus utama untuk menunjukkan identitas kami," kata Ahmed.

Ditambahkan, jilbab adalah bagian dari penerapan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Namun komersialisasi membuat jilbab hanya sekadar pernyataan fesyen. 

Khadija sempat memakai jilbab selama dua tahun. Namun sekarang, dia memutuskan untuk tidak lagi memakainya, justru karena merasa tertekan oleh foto-foto perempuan berjilbab yang banyak di iklan atau di media sosial.

Dia mengaku tak ingin dianggap memakai jilbab karena tren atau karena ingin dipandang modis.

Aspek politik

Perdebatan menjadi makin kompleks ketika ada aspek politik, seperti disampaikan wartawan dan aktivis perempuan Iran, Masih Alinejad.

Ia memulai kampanye di Facebook yang menampilkan foto-foto perempuan Iran yang tidak mengenakan jilbab, sebagai simbol untuk protes terhadap pemerintah.

"Media di Barat ingin mengangkat masalah jilbab, mereka ingin berbicara tentang Muslim yang menjadi minoritas di Barat."

"Tapi mereka lupa dengan jutaan perempuan di negara Muslim yang dipaksa memakai jilbab," kata Alinejad.

"Jika Anda ingin berbicara tentang jilbab dan menggambarkannya sebagai simbol feminisme atau perlawanan, maka Anda harus menyinggung pula kaum perempuan yang dipaksa memakainya," kata Alinejad lagi.

Reaksi keras seperti ini mungkin akan terus bergulir, tapi mengapa merek-merek itu tetap ingin mengangkat dan mempromosikan jilbab?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com