Siswa SMA
Selain mahasiswa, yang juga membuat berita hoax adalah murid-murid sekolah menengah atas.
Salah seorang di antaranya mengatakan kepada BBC bahwa ia bekerja beberapa jam setiap malam untuk membuat hoax.
Wartawan investigatif Ubavka Janevska mengatakan, terdapat setidaknya tujuh kelompok di Veles yang menyebar berita bohong di internet dan memperkirakan ratusan murid sekolah bekerja secara individu sebagai pembuat berita bohong.
Di Veles, membuat situs berita hoax bukan tindakan pidana. Namun, bagaimana dengan tanggung jawab moral?
Bukankah membuat berita palsu sama dengan membohongi pembaca? Bukankah uang yang diterima dari hoax adalah "uang haram"?
"Tak ada uang haram di sini," kata Slavco Chediev, Wali Kota Veles.
Bahkan, ia mengisyaratkan bangga karena kotanya bisa memengaruhi hasil pilpres di Amerika.
Namun, Janevska mengatakan prihatin dengan kondisi saat ini.
"Sejak pilpres AS, yang menjadi perhatian anak-anak muda di sini adalah bagaimana mendapatkan uang dari berita bohong," katanya.
Goran sepertinya tak begitu peduli. Ia mengatakan, orangtua mana yang tidak senang jika anaknya bisa mendapatkan 30.000 euro atau sekitar Rp 420 juta per bulan.
Para analis meyakini aktivitas anak-anak muda seperti Goran untuk memproduksi hoax akan makin meningkat dan mereka akan menjadikan momen politik di negara-negara lain sebagai tambang uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.