Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Duterte Segera Larang Warga Filipina Merokok di Ruang Publik

Kompas.com - 12/10/2016, 15:30 WIB

MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte bulan ini akan melarang warga negeri itu merokok di ruang-ruang publik. Demikian Kementerian Kesehatan Filipina, Rabu (12/10/2016).

Keputusan Presiden Duterte akan semakin memperkuat undang-undang tentang tembakau Filipina yang dianggap sebagai salah satu yang paling ketat di Asia.

Aturan baru ini menjadi tambahan larangan iklan tembakau dan aturan larangan merokok di dalam ruang publik yang tertutup.

Selain itu, pemerintah Filipina juga memasang foto-foto "mengerikan" terkait masalah kesehatan para perokok yang dicetak di bungkus-bungkus rokok.

"Telah terjadi penurunan jumlah perokok secara signifikan, meski penurunannya sangat lambat," kata wakil menteri kesehatan, Eric Tayag.

"Kami menginginkan memiliki semua sarana yang dibutuhkan untuk memperluas kampanye anti-rokok ini," tambah Tayag.

Tayag melanjutkan, langkah terbaru ini diusulkan Duterte yang pada 2002 juga melarang rokok di semua ruang publik di kota Davao.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2013 sebanyak 20,6 persen dari sekitar 101 juta jiwa warga Filipina adalah perokok, 10 tahun setelah undang-undang tembakau diberlakukan.

Filipina juga menjadi satu dari 15 negara di dunia yang masih dibebani masalah penyakit yang terkait dengan kebiasaan merokok. Demikian data WHO.

Menurut undang-undang yang berlaku saat ini, siapapun tak boleh merokok di dalam gedung publik termasuk di kantor-kantor pemernta, rumah sakit, sekolah dan transportasi publik.

Sementara itu, bar dan klub malam diharuskan memiliki ruang merokok khusus, tetapi merokok di ruang terbuka tak diatur dalam undang-undang tersebut.

Tayag menjelaskan, rencana perintah presiden itu akan memberi sedikit "kelonggaran" yaitu mengizinkan para perokok melakukan kegiatannya di belakang gedung yang jarang dilalui manusia.

"Nantinya pemerintah daerah yang akan mengatur jenis sanksi yang termasuk hukuman penjara, denda, kerja sosial atau kombinasi ketiganya," kata Tayag. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com