Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wali Kota Calais Ancam Buka Perbatasan Perancis dan Biarkan Migran Banjiri Inggris

Kompas.com - 14/08/2015, 11:39 WIB


CALAIS, KOMPAS.com — Wali kota Calais di Perancis, Natacha Bouchart, mengecam Perdana Inggris David Cameron karena "mengejek dan menghina" kotanya. Dia pun mengancam untuk membuka perbatasan Perancis dan membiarkan ribuan migran membanjiri Inggris.

Bouchart menuduh Cameron "memaksakan aturan hukumnya sendiri" terhadap warga Calais. Dia menuntut Perdana Menteri Inggris itu bertemu Presiden Perancis François Hollande untuk segara melakukan pembicaraan.

"David Cameron mengejek kami, dia menghina wilayah kami dan dia memaksakan aturannya sendiri terhadap Calais," katanya. "Presiden Republik Perancis harus menggelar perundingan, sekali dan untuk semua, atas nama kita semua, kita harus membuat ini jadi sebuah insiden diplomatik. Jika Inggris tidak mau berunding untuk membahas masalah keamanan, masalah kemanusiaan, dan solidaritas ekonomi, maka kami harus membuka perbatasan," tambahnya.

Bouchart tidak menyebut aturan hukum mana yang dia rujuk secara khusus. Namun, dia sebelumnya telah menyerukan penghapusan Perjanjian Le Touquet, yang menempatkan tanggung jawab kontrol perbatasan pada pihak Perancis.

Sebuah jaringan penyelundup diyakini telah mematok tarif hingga 7.000 euro atau Rp 107,6 juta untuk para migran di kamp besar di Calais, yang dikenal sebagai "The Jungle," untuk bisa lolos di perbatasan Perancis dan masuk ke Inggris.

Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Inggris mengatakan, Inggris akan terus bekerja sama dengan Pemerintah Perancis untuk mengatasi situasi itu. Namun, juru bicara itu  menambahkan, "Kami juga harus menangani penyebab masalah ini, tidak hanya mengurusi  konsekuensinya. Itulah alasannya mengapa Inggris memainkan peran utama dalam mendorong tindakan melalui Uni Eropa dan PBB untuk mengatasi penyebab imigrasi ilegal dan geng perdagangan manusia yang berada di belakangnya."

Pada Kamis kemarin muncul laporan bahwa para migran yang tidak mampu membayar tarif yang ditentukan para penyelundup beralih ke prostitusi untuk bisa membayar ongkos mereka ke Inggris.

Awal pekan ini seorang anggota salah satu geng, yang diyakini seorang pemimpin geng Inggris, mengancam Angota Parlemen Eropa dari UKIP (Partai Independen Inggris), Mike Hookem, dengan pistol saat dia mengunjungi kamp di dekat Teteghem, Perancis.

Empat orang juga telah ditangkap di perbatasan Perancis-Belgia karena dicurigai punya hubungan dengan sebuah geng perdagangan manusia yang menggunakan mobil-mobil berpelat nomor Inggris dan beroperasi di sebuah kamp migran dekat Dunkirk. Mereka kini berada dalam tahanan polisi setelah mobil-mobilnya disita di perbatasan dalam sebuah investigasi gabungan oleh polisi Perancis dan Belgia.

Sekitar 20 migran di kamp di Teteghem juga diinterogasi setelah penangkapan yang berlangsung pada Kamis malam.

Pernyataan Bouchart muncul setelah wali kota Perancis yang kotanya berada di pusat krisis migran itu menuntut agar polisi Inggris bergabung dengan rekan-rekan mereka dari Perancis untuk menangkap para penyelundup yang berbasis di Inggris. Orang-orang itu telah meneror komunitasnya.

Franck Dhersin, wali kota Teteghem, mengatakan, polisi Inggris gagal menjalankan tanggung jawabnya dalam mengatasi "mafia Inggris" yang beroperasi di kamp migran yang jaraknya beberapa mil dari Teteghem.

Para penduduk di desa-desa terdekat mengatakan kepada The Telegraph bahwa mereka terpaksa menggunakan anjing penjaga dan membangun dinding setinggi dua meter untuk menangkal penyelundup dan migran.

"Polisi Inggris tidak pernah menghubungi kami terkait situasi ini, tidak seperti polisi Belgia yang selalu berhubungan dengan kami dan sering melintasi perbatasan untuk membantu menangkap mobil-mobil itu dan untuk mengatasi masalah ini," kata Derhsin. 

"Sangat penting bahwa operasi ini merupakan upaya bersama antara polisi Perancis dan Inggris, tetapi bukan itu  yang terjadi sekarang. Sebaliknya, kami menyaksikan mobil-mobil itu berkeliling di kota saya tanpa malu-malu dan tidak ada yang bisa menangkap mereka. Ini tidak bisa terus seperti ini."

Dershin, yang juga pernah diancam di bawah todongan senjata oleh para penyelundup di kamp itu, mengatakan, reputasi kepolisian di dua sisi terancam oleh kurangnya kerja sama. 

"Masalah ini tergantung pada reputasi polisi Inggris dan Perancis bahwa kita berbagi informasi dan berbagi sumber daya," katanya.

"Saya tidak ragu bahwa pendapat publik di Inggris, seperti juga di Perancis, yaitu para penjahat Inggris itu harus dihentikan segera. Kita semua menginginkan hal yang sama, tetapi saat ini tidak ada kerja sama dari pihak Inggris. Saya akan mendesak polisi Inggris untuk datang ke Perancis dan bertemu kami untuk membantu mengatasi masalah ini. Saya kira alasan mereka tidak datang dan bertemu kami sesering yang dilakukan Belgia adalah karena mereka harus naik feri ke sini, bukan hanya mengemudi ke perbatasan. Kita hanya bisa menghentikan para penjahat ini jika kita bekerja sama dan bekerja sebagai satu operasi dengan bantuan dari kedua belah pihak."

Sementara itu, warga Perancis di daerah Calais mengungkapkan, mereka terpaksa menyewa keamanan ekstra setelah ada intimidasi dari para penyelundup dan migran. 

Seorang pria 48 tahun mengatakan kepada The Telegraph bahwa dia terpaksa menghabiskan dana 2.500 euro untuk membangun dinding setinggi dua meter demi menghentikan kaum migran bersembunyi dari kejaran polisi di pohon-pohon di luar rumahnya.

Ludovic, yang rumahnya terletak di Calais barat dan menghadap jalur kereta api, mengatakan, "Setiap malam para migran datang ke sini dalam perjalanan menuju rel kereta api. Saya punya cukup banyak pohon besar di kebun saya dan para migran berjalan dan bersembunyi di situ ketika dikejar polisi. Saya membangun dinding setinggi dua meter untuk menghentikan mereka. Biaya pembangunannya 2.500 euro, biaya yang cukup banyak buat saya, tetapi saya perlu untuk meningkatkan keamanan saya. Masalah ini sudah berlangsung terlalu lama. Ini berbahaya karena Anda tidak tahu siapa mereka. Krisis ini merupakan masalah bersama dan saya pikir polisi Inggris harus berada di sini untuk membantu."

Madeleine Darneux, 39 tahun, mengatakan, dia merasa terancam oleh para penyelundup yang mondar-mandir di dekat rumahnya di desa Fréthun. Para penyelundup itu menggunakan mobil-mobil mewah dengan jendela hitam.

"Saya beruntung karena saya tinggal jauh dari jalur kereta api, jadi saya hanya melihat para migran berjalan di ladang dan jalur kereta api. Tetapi, saya sedikit terintimidasi oleh mobil-mobil berpelat nomor Inggris yang berseliweran di sini pada malam hari. Saya punya anjing penjaga yang menyalak sangat keras dan akan menggigit mereka jika mereka mencoba datang ke sini. Isu migran merupakan masalah kemanusiaan, saya tidak ingin mengkritik mereka. Mereka datang ke sini karena mereka putus asa."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com