Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengakuan Seorang Gay yang Diburu ISIS ...

Kompas.com - 25/07/2015, 01:29 WIB

Akhirnya pada Agustus, ibu saya mengatur cara agar saya bisa ke Kota Kirkuk.

Dari sana saya ke Sulaymaniyah. Saya berencana pergi ke Turki namun pesawat pertama yang tersedia terbang ke Beirut, Libanon, dan saya tidak memerlukan visa untuk itu – jadi di sinilah saya.

Bila saya tetap tinggal di Irak, saya akan diburu dan dibunuh oleh ISIS.

Kalau tidak di tangan mereka, saya akan dibunuh anggota keluarga. Adik ayah saya bahkan mengambil sumpah akan memulihkan martabat keluarga.

Baru-baru ini, saya menerima pesan Facebook dari akun anonim, bunyinya, “Saya tahu Anda di Beirut. Bila Anda ke neraka pun akan saya ikuti.”

Saya hanya ingin berada di tempat yang aman, jauh dari ayah dan siapapun dengan pandangan garis keras. Saya hanya ingin hidup.

Para pengacara HAM membantu saya mendapatkan status pencari suaka agar saya bisa ditempatkan di negara lain dan melanjutkan studi.

Di sini saya hidup di satu kamar, seukuran kamar mandi di rumah saya dulu.

Saya kehilangan kontak dengan keluarga saya. Sebulan setelah minggat, saya menerima pesan Facebook dari adik saya.

Dia menulis, “Saya harus meninggalkan rumah. Keluarga kita pecah berantakan dan itu semua gara-gara kamu.”

Saya marah awalnya, namun merindukan adik saya lalu menulis pesan balik. “Bukan salah saya lahir seperti ini. ISIS lah yang salah.”

Setelah itu kami bertukar pesan, mengenang masa kecil kami.

Saya belum berbicara dengan ayah saya. Tindakannya itu sangat melukai saya. Dia seharusnya melindungi dan membela saya sebagai seorang ayah. Namun ketika mengatakan akan menyerahkan saya kepada ISIS, dia tahu apa yang akan mereka lakukan kepada saya.

Mungkin nanti saya bisa memaafkannya, namun pada saat ini saya bahkan tidak ingin mengingatnya.

Saya berbicara dengan ibu setiap minggu. Terkadang susah baginya karena dia harus ke luar kota untuk mendapatkan sinyal yang baik.

Dia adalah perempuan yang sungguh luar biasa. Dia mencintai saya dan kami tidak pernah membincangkan homoseksualitas. Dia hanya berniat membawa saya ke tempat aman.

Mungkin karena dia ibu saya, saya pikir dia tahu saya penyuka sesama jenis. Namun saya hanya merasakan cinta dan kasih sayang darinya. Saya hanya ingin memeluknya sekarang.

Beberapa bulan lalu, salah seorang teman dekat saya dibunuh. Dia dilempar dari gedung pemerintah pusat. Dia seseorang yang sangat baik hati. Berusia 22 tahun, mahasiswa kedokteran dan bisa dibilang jenius.

Kami pertama bertemu di dunia maya – penyuka sesama jenis di Irak sering bergaul di komunitas online. Bila berhadap-hadapan dengannya, dia adalah pria yang pendiam, namun banyak berbicara dalam dunia maya. Dia menceritakan rahasia-rahasianya kepada saya.

Sebagai pria penyuka sesama jenis, kami semua harus menjalankan kehidupan ganda.

Ketika melihat foto-foto pembunuhannya, saya melihat saya di tempatnya. Saya sampai bermimpi ditangkap kemudian dilempar dari sebuah gedung, seperti yang dilakukan kepadanya.

Seorang teman mengatakan kepada saya dia tidak langsung meninggal, mungkin gedungnya kurang tinggi. Teman itu mengatakan dia dirajam hingga mati.

Sebelum ISIS datang pun saya hidup dalam ketakutan.

Pihak militer diam-diam membunuh orang dan tidak ada yang memprotes. Bagi mereka, kami hanyalah sekelompok kriminal yang patut diberantas dan dipandang sebagai akar semua keburukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com