Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jasad WNI Terbungkus Kasur Ditemukan di Tepi Jalan di Hongkong

Kompas.com - 09/06/2015, 17:25 WIB

HONGKONG, KOMPAS.com — Jenazah seorang warga negara Indonesia (WNI) ditemukan terbungkus kasur dan digeletakkan di trotoar di kawasan Mong Kok, Hongkong, Senin (8/6/2015) pagi waktu setempat.

Jenazah ditemukan seorang pejalan kaki yang melihat tangan menjulur keluar dari kasur tersebut. Pejalan kaki itu kemudian melapor ke Kepolisian Mong Kok, Senin pukul 10.44 pagi waktu setempat.

Kepolisian Mong Kok mengidentifikasi jenazah sebagai warga negara Indonesia bernama Wiji Astutik Supardi (37). Jasad Wiji ditemukan terbungkus ketat dalam gulungan kasur, masih mengenakan pakaian lengkap, serta masih terdapat dompet dan perhiasan.

Melalui proses otopsi selama tiga jam, tim dokter menemukan sejumlah lebam berwarna merah seperti bekas pukulan di pipi kanan, serta di kedua kaki dan tangan jenazah. Mendiang diperkirakan telah meninggal sejak 7 Juni 2015.

Meski demikian, tim dokter tidak menemukan adanya bekas penganiayaan seksual ataupun bekas tikaman. Secara fisik, jenazah korban tampak menunjukkan bekas luka di mata sebelah kanan. Namun, tim dokter menyatakan, bekas luka itu muncul karena proses pembusukan jenazah dan bukan karena tikaman.

Kepala Kanselerai (Konselor) Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Hongkong, Rafail Walangitan, mengatakan, terdapat kecocokan antara data jenazah tersebut dan data WNI bernama Wiji Astutik Supardi.

Menurut rencana, jenazah Wiji akan dimandikan dan dipersiapkan untuk dipulangkan ke Indonesia. Adapun shalat jenazah baru akan dilakukan setelah Pengadilan Koroner Hongkong memberi izin pemulangan jenazah ke Indonesia.

Penganiayaan

Pada Februari 2015, Wiji pernah melapor ke Kepolisian Mong Kok sebagai korban penganiayaan kekasihnya yang berinisial WF, asal Pakistan.

Laporan tersebut turut disertai foto Wiji dengan pipi sebelah kiri tersayat benda tajam. Namun, ibu satu anak ini justru menarik laporannya setelah polisi menangkap sang kekasih.

Wiji datang ke Hongkong sebagai TKI pada 2007. Namun, wanita asal Bantur, Malang, ini mengalami masalah ketenagakerjaan dengan majikannya sehingga, pada 2008, KJRI tercatat pernah membuatkan SPLP atau surat pengganti paspor yang seharusnya digunakan Wiji untuk pulang ke Indonesia.

Namun, Wiji diduga kabur dari KJRI dan mengajukan diri sebagai pengungsi ke Imigrasi Hongkong. Dengan demikian, Wiji mendapatkan recognition paper ganti paspor Indonesia.

"Ini masih pendalaman investigasi polisi tentang apa yang dia lakukan di Hongkong selama lebih kurang 7 tahun sebagai pemegang (recognition) paper," kata Rafail kepada kontributor BBC Indonesia di Hongkong.

Secara de jure, para pemegang recognition paper masih berstatus WNI. Namun, secara de facto, WNI tersebut kehilangan hak-hak perlindungannya karena pihak imigrasi Hongkong akan menahan paspor orang Indonesia itu. Dengan demikian, status kewarganegaraan pemegang recognition paper seperti Wiji mengambang.

"Secara hukum, karena pihak Hongkong belum mengabulkan permintaannya sebagai pengungsi, KJRI tetap mengurus kasus Wiji dan pemulangan jenazahnya ke Indonesia," kata konsul hukum, Reda Manthovani.

Kematian Wiji menjadi kasus terbaru sejak Maret 2015. Kala itu, seorang TKI asal Jawa Barat, Elis Kurniasih binti Ahi Komarudin (33), meninggal dunia setelah koma selama enam hari akibat tertimpa beton di sebuah gedung. Adapun pada November 2014, dua WNI bernama Sumarti Ningsih dan Seneng Mujiasih menjadi korban pembunuhan sadis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com