Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reuni Mengharukan Setelah 10 Tahun Tsunami Aceh

Kompas.com - 22/12/2014, 21:44 WIB

"Tidak ada yang peduli terhadap saya - tidak ada yang mencintai saya seperti orangtua saya," kata Mawardah sambil menangis keesokan harinya.

Tsunami menghancurkan jejak orangtuanya - tidak tersisa foto ibu atau ayahnya. Sedangkan Ita harus menghidupi keluarga, seringkali meninggalkan Mawardah sendirian.

Rumah yang kosong

Tetapi kemudian, tampak jelas bahwa bencana yang menyapu kehidupan Mawardah, juga berdampak positif. Pada usia 21 tahun, dia menjadi sosok perempuan muda yang percaya diri, cerdas dan berambisi.

Dia meraih sejumlah beasiswa dari perusahaan semen lokal (yang dibangun kembali setelah tsunami) dan kuliah jurusan bahasa Inggris di sebuah perguruan tinggi swasta di Banda Aceh.

Selama dua hari, kami mengobrol di rumah kecilnya, berkunjung ke sekolah dan makan siang dengan teman-teman dekatnya, saya belajar lebih banyak tentang cobaan dan komplesitas hidupnya, dan itu membawa saya memahami bahwa pengalaman Mawardah merupakan cerminan keadaan di Aceh dalam satu dekade setelah tsunami.

Di sana pertama kali dibangun rumah - satu dari 140.000 unit yang dibangun dengan bantuan dana internasional sebanyak 7 miliar dolar AS untuk Aceh.

Rumah Marwadah dibangun dengan cepat dan atapnya tampak bocor, tembok tipis, dan saya ingat sejumlah pertengkaran yang tidak pantas di awal masa pembangunan mengenai kerabat mana yang akan memiliki hak atas rumah.

Tetapi, bangunan itu akhirnya sesuai dengan peruntukannya, dan keluarga kemudian mengakui bahwa rumah mereka lebih baik dibandingkan yang mereka miliki sebelum 2004.

Di tempat lain, banyak rumah tidak ditempati - bangunan itu dibangun di tengah kebingungan karena koordinasi yang buruk, dan seringkali bersaing antar lembaga bantuan, memiliki banyak uang dan terkadang lebih memikirkan menghabiskannya dengan cepat dibandingkan mengetahui keinginan komunitas lokal.

"Saya memberikan (skor untuk) upaya bantuan 65 (dari 100)," kata Muslahuddin Daud, seorang pejabat Bank Dunia yang hampir terkena tsunami.

"Banyak yang tidak sempurna. Untuk 7 miliar dolar kami dapat melakukannya lebih baik dengan banyak cara. Banyak rumah-rumah kosong... berlebihan. Kami memiliki lebih dari 500 organisasi bantuan dan... banyak yang tumpang tindih."

"Dan banyak uang bantuan asing dalam jangka panjang membuat orang jadi bergantung - dan mereka jadi malas. Pertumbuhan di Aceh masih mandeg - kemampuan untuk mengelola sumber daya tidak ada," kata Daud.

Perempuan yang kuat

Dan kemudian terjadi perdamaian.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com