Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBB, PBB, dan Hantu Perang

Kompas.com - 04/08/2014, 00:59 WIB

”Tugas mereka memantau seluruh dunia, konflik apa yang terjadi, dan menyiapkan langkah penyelesaiannya,” kata Hasan, yang kini Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri. ”Namun, karena kepentingan nasional anggotanya, tugas itu bisa tidak bergerak.”

Dia mencontohkan kasus Palestina yang selama 67 tahun tidak juga usai. Setiap kali disidangkan, kasus itu hampir pasti diveto AS, satu dari lima anggota tetap DK PBB selain Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Perancis. Dalam hal ini, DK PBB terkesan membiarkan.

”Tahun 1980, sudah ada Resolusi 465 DK PBB yang mendesak penghentian dan penghancuran pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Sudah 34 tahun resolusi itu tidak dijalankan,” paparnya.

Hak veto lima anggota tetap DK PBB, pemenang PD II, seperti duri pengganjal PBB menjalankan misinya. ”Sekarang orang melihat DK PBB tidak demokratis dan tidak representatif,” ujar Hasan.

Itu sebabnya, sejak 1995 mulai digulirkan reformasi DK PBB. Struktur DK PBB (5 anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap) dinilai tidak lagi mewakili 193 anggota PBB.

Menurut Hasan, Indonesia juga aktif dalam proses reformasi itu. Alternatif yang diusulkan adalah menambah anggota, dengan masa jabatan lebih lama, dan bisa dipilih lagi.

”Posisi Indonesia jelas, hak veto tidak demokratis. Karena tak mungkin dihapus, harus diatur kapan bisa digunakan. Regulasi itu diharapkan menuju ke penghapusan veto,” ujarnya.

Namun, hampir 25 tahun reformasi DK PBB jalan di tempat. Akankah situasi ini mengarah pada PD III seperti diingatkan kolumnis Anatole Kaletsky dalam ”Powder Keg of 1914 Looks Too Familiar” di International New York Times, 27 Juni 2014?

”Awal 1914, hampir tak bisa membayangkan Inggris dan Perancis berperang melawan Jerman, membela Rusia menghadapi Austria terkait perselisihan dengan Serbia. Tetapi, pada 28 Juni 1914, hal itu terjadi,” tulisnya. (MH SAMSUL HADI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com