Salin Artikel

Cerita WNI di Singapura yang Tinggal Dekat Lokasi Karantina Virus Corona

Status sebagai negara kota yang hanya berluaskan 725.1 kilometer persegi membuat virus dari Wuhan ini rawan sekali menginfeksi warga negeri "Singa".

Pemerintah Singapura sendiri telah mengambil langkah-langkah cepat untuk mencegah terjadinya penyebaran komunal.

Salah satunya menaikkan status virus corona dari kuning ke oranye. Kemudian melakukan karantina terhadap orang-orang yang diduga terkena virus bernama resmi Covid-19 itu.

Salah satu tempat yang dijadikan lokasi karantina virus yang berasal dari Pasar Seafood Huanan tersebut adalah asrama universitas.

Kompas.com berkesempatan mewawancarai 2 Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal berdekatan dengan lokasi karantina.

Pastinya hati-hati

“Pastinya lebih waswas. Lokasi tempat tinggal saya tidak begitu jauh dari asrama Prince George’s Park Residence yang dijadikan lokasi karantina untuk individu beresiko tinggi terinfeksi.” Grace Suryani Halim mengawali ceritanya.

Ibu rumah tangga yang tinggal di salah satu asrama National University of Singapore (NUS) itu mengatakan, sejak awal dia, suami, serta anak-anak sudah siap secara fisik dan mental jika harus berbagi tempat tinggal dengan warga karantina.

“Tidak ada asrama yang protes termasuk asrama saya. Kita tahu ini situasi genting, jadi harus tunduk pada peraturan dan yang berlaku," jelasnya.

NUS diketahui memiliki 14 asrama untuk mahasiswa yang menempuh pendidikannya di universitas ternama dunia itu.

Kehati-hatian juga disampaikan oleh Jeremia Juanputra. Pelajar Singapore University of Technology and Design (SUTD) ini punya cerita berbeda mengenai asramanya.

Dia merupakan salah satu dari mahasiswa yang diminta meninggalkan kamar asrama secara mendadak pada 27 Januari lalu.

Jeremia mengaku tinggal di blok 59, yang diperuntukkan bagi pelajar dari negara lain. Pada 27 Januari, dia menerima surel untuk mengosongkan kamar dan pindah ke blok 55 dalam waktu 24 jam.

"Saya beruntung masih diberi kamar. Teman-teman warga Singapura diminta pulang ke rumah masing-masing untuk sementara waktu.” ulasnya.

Jeremia tidak menampik terdapat isu yang menyatakan, banyak mahasiswa mengeluh karena mereka harus dipindahkan secara mendadak.

Menurutnya, mereka yang mengeluh dan harus meninggalkan asrama kebanyakan tinggal lumayan jauh dari sekolah. Meski begitu, dia menuturkan keluhannya mulai berkurang.

Pelajar yang menempuh studi Engineering System and Design ini awalnya sempat panik karena lokasi antara blok 55 dan 59 hanya 100 meter.

“Panik pasti. Saya waktu itu sampai menyimpan masker dan sanitizer dari Indonesia. Saya juga enggan ke mana-mana. Sekarang sudah lebih tenang dan menjalankan perkuliahan kembali seperti biasa," tandasnya.

Membatasi aktivitas di luar rumah

Baik Grace dan Jeremia mengaku tetap beraktivitas seperti biasa. Namun, mereka memilih untuk membatasi aktivitas di luar rumah.

Jeremia misalnya. Dia menuturkan lebih banyak di kamar. Jika pun harus keluar, itu hanya untuk kuliah serta makan. Itu pun jika makan dia memilih tempat yang dekat seperti kantin.

"Lebih baik saat ini untuk menghindari tempat-tempat tertutup ramai seperti mall dan gym,” jelas Jeremia.

Bahkan untuk perkuliahan, Jeremia menyampaikan universitas sudah memutuskan metode online learning untuk kelas dengan jumlah pelajar lebih dari 50 orang.

“Online learning adalah kebijakan yang baik. Lebih aman karena tidak perlu berbaur dalam keramaian," paparnya.

Tak jauh berbeda dengan Jeremia, Grace juga menyampaikan bahwa dia tetap keluar rumah bersama keluarga, namun hanya di tempat yang dekat.

Jika mereka berolahraga, mereka melakukannya di halaman asrama. "Bagaimana pun, anak-anak perlu sinar matahari dan supaya mereka tak jenuh di di rumah," terangnya.

Grace juga mengatakan terdapat pemeriksaan teratur suhu tubuh secara rutin untuk siapa pun yang akan memasuki asrama.

Keduanya menegaskan tidak panik dan langsung memborong bahan pokok di supermarket begitu pemerintah Singapura menaikkan status darurat dari kuning ke oranye.

“Pemerintah Singapura jelas tidak mengindikasikan kita perlu menimbun kebutuhan darurat. Tidak ada kebijakan menutup tempat makan juga.” kata Jeremia.

Masker dan sanitizer dari Tanah Air

Menanggapi wabah virus corona, Grace tidak tinggal diam ketika melihat banyak mahasiswa yang kesulitan mendapatkan masker di negeri “Singa”.

Mengingat stok masker sedang langka, Grace meminta bantuan teman di Jakarta untuk mengirimkan 60 kotak masker guna dibagikan kepada mahasiswa hingga staf asrama.

Grace berkata, sangat penting bagi siapa saja di asrama untuk memakai masker jika merasa tidak sehat. “Sudah merupakan tugas saya untuk membantu mereka-mereka yang kesulitan.”

Saat ini, dia juga sedang mencari cara untuk memasok persediaan sanitizer untuk mahasiswa dan staf di asrama.

“Rencananya sanitizer akan ditaruh di tempat-tempat umum. Saya juga berencana mendatangkannya dari Jakarta karena sangat sulit mendapatkannya di Singapura," paparnya.

https://internasional.kompas.com/read/2020/02/12/21335751/cerita-wni-di-singapura-yang-tinggal-dekat-lokasi-karantina-virus

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke