Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indahnya Puasa di Tengah Musim Dingin di Melbourne

Kompas.com - 09/06/2016, 17:47 WIB
Caroline Damanik

Penulis

MELBOURNE, KOMPAS.com - Bagi warga Indonesia yang tinggal atau sedang bertugas di luar negeri, menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan menjadi tantangan tersendiri. Apalagi di tengah udara musim dingin, misalnya mulai dari 12 derajat Celsius di Melbourne dan hingga minus 2 derajat Celsius di Canberra, ibu kota Australia.

Iyan Bachtiar, salah satu warga Indonesia yang bertugas di Australia selama sebulan, memulai ibadah puasanya sekitar 9 hari sebelum pulang ke Tanah Air.

Dia bersyukur bisa merasakan suasana yang berbeda dalam hidupnya saat mulai berpuasa di Melbourne. Bangun untuk sahur dalam godaan udara dingin sebelum puasa pada pukul 06.15 lalu menjalani puasa dalam udara yang juga dingin, apalagi jika hujan turun, hingga pukul 17.15.

"Puasa di sini beda banget karena sudah masuk winter (musim dingin) dan waktu puasanya jadi lebih cepat 2 jam daripada di Indonesia," ucapnya kepada Kompas.com.

Namun demikian, lanjutnya, meski waktu puasa lebih singkat, suhu dingin menjadi tantangan tersendiri untuknya.

"Lebih cepat haus karena dingin. Badan terasa lebih lemas jadinya," tutur pria berusia 30 tahun ini.

Udara dingin juga terkadang membuatnya enggan beraktivitas di luar. Namun karena pekerjaan menanti, dia tetap bersemangat menjalaninya sambil berpuasa. Iyan berusaha menjaga tubuhnya tetap fit dengan minum lebih banyak saat sahur atau buka puasa karena cuaca yang dingin.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Iyan Bachtiar, salah satu warga Indonesia yang sedang bertugas di Melbourne, Australia, berbuka puasa di Restoran Nelayan di Swanston Street, Melbourne.
Dia juga berusaha menemukan makanan ala Indonesia untuk berbuka puasa, seperti kolak biji salak dan bubur kacang hijau, di salah satu restoran Indonesia di Swanston Street, Melbourne.

Baca juga: Kolak Biji Salak dan Rendang, Obat Kangen Para Perantau Saat Ramadhan

"Tapi di sini lebih indah suasananya. Lebih tenang," ucapnya.

Selain itu, Iyan juga rindu akan suara azan yang berkumandang saat waktu buka puasa tiba. Pasalnya, di Australia, termasuk Melbourne, suara azan dilarang dikumandangkan dengan pengeras suara ke luar masjid.

Nadirsyah Hosen, dosen senior di Fakultas Hukum Monash University, pekan lalu, mengatakan, azan tidak boleh dikumandangkan dengan pengeras suara terkait kenyamanan bersama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Australia.

Baca juga: Suara Azan, Paling Dirindu Saat Ramadhan di Australia

Interaksi lebih menarik

Lukman-nul Hakim, warga Indonesia lainnya yang sudah tinggal 2 tahun di Melbourne Australia, juga sepakat bahwa menjalani puasa di bulan Ramadhan di negara orang memberi warna tersendiri dalam kehidupannya.

Kandidat doktor di University of Melbourne ini menuturkan, dirinya tidak mengalami tantangan berarti terkait udara dingin yang menyertai ibadah puasanya.

KOMPAS.COM/Caroline Damanik Lukman-nul Hakim (kiri), warga Indonesia yang sedang menempuh studi di Melbourne, Australia.
"Saya kira puasa biasa saja. Mau di mana saja saya biasa berpuasa. Yang menarik puasa di negeri orang, sebagian orang memilih kembali ke komunitas, misalnya komunitas Indonesia membuat acara, komunitas Malaysia juga. Bagi saya,  intercultural interaction, misalnya, jauh lebih menarik," ucapnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com