Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Iran Setelah Pencabutan Sanksi

Kompas.com - 18/01/2016, 16:18 WIB
KOMPAS.com - Iran tentu bernapas lega setelah Amerika Serikat beserta Uni Eropa pada Sabtu (16/1/2016) mengumumkan pencabutan sanksi ekonomi dan keuangan terhadap negara tersebut.

Pencabutan sanksi dilakukan menyusul pelaksanaan kesepakatan nuklir yang dicapai antara Iran dan kelompok negara 5+1 (AS, Inggris, Perancis, Rusia, Tiongkok, dan Jerman) yang dimulai secara resmi pada Sabtu itu juga. Adapun kesepakatan nuklir dicapai kedua belah pihak pada Juli silam.

Sebelum pelaksanaan kesepakatan nuklir diumumkan, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Sabtu, mengonfirmasi bahwa Iran telah melaksanakan semua kewajiban dalam kerangka kesepakatan nuklir tersebut, yakni mengakhiri program nuklir yang membuat negara itu berpotensi memiliki senjata nuklir.

Hampir semua pihak dipastikan setuju bahwa kesepakatan nuklir itu merupakan prestasi Iran paling gemilang sejak revolusi di negeri itu pada 1979.

Kesepakatan nuklir akan mengantarkan Iran ke kancah pergaulan internasional, khususnya pintu masuk ke dunia Barat. Pintu masuk itu kini memang sangat dibutuhkan Iran tatkala negara tersebut sedang menghadapi gangguan hubungan regional, khususnya dengan Arab Saudi dan kubunya.

Dengan pintu masuk ke dunia Barat, Iran bisa membuktikan bahwa sanksi politik dan ekonomi Arab Saudi beserta kubunya tidak akan berpengaruh banyak terhadap negara itu.

Bahkan, pencabutan sanksi ekonomi Barat tersebut menjadi amunisi bagi Iran dalam menghadapi pertarungan sengit dengan Arab Saudi, musuh bebuyutan regionalnya.

Arab Saudi dan sejumlah negara lain memutus hubungan diplomatik dengan Iran setelah kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran dibakar massa. Aksi ini terjadi sebagai respons warga Iran terhadap eksekusi mati ulama Syiah Sheikh Nimr al-Nimr, awal bulan ini.

Di dalam negeri Iran, pencabutan sanksi Barat akan memperkuat posisi politik kubu reformis yang dipimpin Presiden Hassan Rouhani. Lawan dari kubu itu ialah kubu konservatif yang kebanyakan menentang kesepakatan nuklir.

Pencabutan sanksi ekonomi Barat akan kembali membuat perekonomian Iran bergeliat cukup signifikan. Bank Dunia memprediksi, pertumbuhan ekonomi Iran naik menjadi sekitar 5 persen pada 2016 dibandingkan dengan pertumbuhan pada 2015 yang hanya 3 persen.

Menurut Bank Sentral Iran, dana Iran yang dibekukan Barat bisa dicairkan setelah enam bulan pencabutan sanksi ekonomi. Nilainya mencapai 30 miliar dollar AS atau Rp 416,5 triliun.

Ekspor gas dan minyak Iran juga bisa ditingkatkan secara bertahap, mulai dari 0,5 juta barrel hingga 4 juta barrel per hari. Iran memang belum langsung bisa menikmati pendapatan dari peningkatan ekspor minyak itu karena anjloknya harga minyak dunia saat ini hingga berada di bawah 30 dollar AS per barrel.

Namun, dalam jangka menengah, Iran akan dapat menikmati peningkatan ekspor minyaknya apabila harga minyak dunia kembali tinggi.

Adapun manfaat yang akan segera dinikmati Iran adalah kembalinya perusahaan multinasional untuk berinvestasi di Iran dalam sektor minyak, gas, dan sektor lainnya. Perusahaan raksasa Jerman, BASF, telah menyatakan berniat menanam investasi 6 milliar dollar AS di sektor petrokimia.

Sebelumnya, pada September 2015, delegasi pengusaha Perancis yang mewakili 150 perusahaan besar mengunjungi Teheran untuk menjajaki kemungkinan investasi. Di antara delegasi itu, ada perusahaan pembuat pesawat terbang Airbus, perusahaan mobil Peugeot, dan perusahaan minyak Total.

Di sektor militer, Iran berusaha mencapai kesepakatan pembelian senjata 20 miliar dollar AS dalam beberapa tahun mendatang. Iran sebelum ini telah menerima sistem anti serangan udara canggih buatan Rusia, S-300.

Di sektor penerbangan, Iran pada Agustus 2015 mengumumkan akan membeli 90 pesawat komersial per tahun dari Boeing dan Airbus pasca pencabutan sanksi untuk memperbarui armada pesawat komersialnya.

Iran dengan penduduk sekitar 80 juta jiwa dan pendapatan per kapita 5.306 dollar AS per tahun merupakan pasar cukup menggiurkan bagi siapa saja, termasuk mungkin bagi Indonesia. (Musthafa Abd Rahman dari Kairo)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Januari 2016, di halaman 8 dengan judul yang sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com