KOMPAS.com – Jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi, dinyatakan hilang sejak 2 Oktober 2018. Saat terakhir kali terlihat, dia diketahui masuk ke kantor Konsulat Arab Saudi, di Istanbul, Turki.
Ada spekulasi bahwa ia dibunuh oleh sejumlah orang dan dimutilasi hingga tewas. Meski demikian, hingga hari ini kebenaran informasi itu masih dalam tahap penyelidikan pihak berwenang.
Semasa hidupnya, pria berusia 60 tahun ini merupakan jurnalis yang dikenal kritis terhadap berbagai kebijakan di negaranya.
Beberapa tulisannya antara lain "Putra Mahkota Arab Saudi Harus Mengembalikan Martabat Negaranya dengan Mengakhiri Perang Yaman", "Arab Saudi Tidak Dapat Bersaing dengan Kanada", dan sebagainya.
Terakhir, media yang kerap menampung karya Khashoggi, The Washington Post, menerima tulisannya sehari setelah dia dilaporkan menghilang. Tulisan itu berjudul "Yang Paling Dibutuhkan Negara-negara Arab adalah Kebebasan Berekspresi".
Artikel ini diterima The Washington Post dari penerjemah Khashoggi. Editor The Washington Post, Karen Attiah, memutuskan untuk tidak langsung mempublikasikan tulisan itu.
Karen Attiah berharap dapat melakukan proses editing berdua dengan Khashoggi sebagai penulis.
Namun, Attiah bersikap realistis bahwa keinginan itu tidak akan pernah terjadi. Sebab, Khashoggi diduga tewas setelah dibunuh dengan cara yang keji.
Baca juga: Jurnalis Saudi Dibunuh dan Dimutilasi Hanya dalam Waktu 7 Menit
Inilah beberapa poin utama yang Khashoggi tuliskan dalam kolomnya, yang diunggah The Washington Post pada Rabu (17/10/2018).
Khashoggi menyoroti negara-negara Arab memiliki tingkat kebebasan berekspresi yang sangat rendah. Berdasarkan laporan dari Freedom House tentang Kebebasan di Dunia 2018, hanya satu negara di Arab yang benar-benar dapat dikatakan bebas, yakni Tunisia.
Meski demikian, di negara yang terbilang bebas dan demokratis, isu demokrasi dan kebebasan berekspresi belum terlalu diperhatikan secara serius, terutama di dunia Arab.
Media di negara yang terbilang bebas pun dianggap Khashoggi belum fokus dalam menyuarakan demokrasi dan kebebasan.
"Bahkan di Tunisia dan Kuwait yang persnya dinilai 'setengah bebas', media hanya fokus pada isu domestik, dan tak fokus pada isu yang dihadapi negara Arab," tulis Khashoggi.
Akibat demokrasi dan kebebasan berekspresi tak berkembang, banyak orang Arab yang tidak tahu perkembangan informasi. Andaipun tahu, mereka dinilai jurnalis veteran ini mendapatkan informasi yang salah.
Menurut Khashoggi, masyarakat tidak memiliki kebebasan berbicara, apalagi untuk melakukan diskusi umum tentang segala sesuatu yang ada di kehidupan mereka.