Serangan kilat Jepang itu hanya berlangsung kurang dari dua jam namun hasilnya sungguh menggetarkan. Jepang berhasil menghancurkan 20 kapal perang AS termasuk delapan kapal besar, 200 pesawat terbang dan menewaskan lebih dari 2.000 prajurit AS.
Serangan Jepang itu bak membangunkan "raksasa tidur". Sehari setelah serangan itu, Presien Franklin Delano Roosevelt meminta Kongres untuk menyatakan perang terhadap Jepang.
Kongres AS menyetujui permohonan itu dengan hanya satu suara yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Tiga hari kemudian sekutu Jepang, Jerman dan Italia menyatakan perang terhadap AS yang juga dibalas pernyataan sama dari Kongres AS. Dan, AS resmi terlibat dalam Perang Dunia II.
Namun, muncul pertanyaan seputar serangan ke Pearl Harbor itu. Apakah pemerintah AS sudah mengetahui rencana serangan tersebut dan membiarkannya, sehingga memiliki alasan untuk terjun ke dalam perang?
Memorandum intelijen AL
Sejumlah bukti yang dibuka setelah perang usai memperbesar kemungkinan bahwa pemerintah AS memang membiarkan Jepang menghantam Pearl Harbor. Berdasarkan sejumlah dokumen, Presiden Roosevelt sudah mendapatkan peringatan soal serangan tersebut tiga hari sebelum pesawat-pesawat tempur Jepang menyerang.
Informasi tersebut terdapat dalam memorandum dari Kantor Intelijen Angkatan Laut AS, yang memperingatkan bahwa ancaman perang terhadap AS sungguh merupakan hal yang nyata.
"Sebagai antisipasi atas konflik terbuka dengan AS, Jepang tengah memaksimalkan setiap potensinya untuk menumulkan informasi komersial, angkalan laut dan militer, khususnya terhadap pesisir barat Terusan Panama dan Hawaii," demikian sebagian isi memorandum setebal 26 halaman itu.
Memorandum tertanggal 4 Desember 1941 itu memiliki status rahasia dan berjudul "Intelijen dan propaganda Jepang di AS". Memorandum itu juga secara khusus membeberkan upaya pengintaian yang dilakukan Jepang terhadap Hawaii dalam bagian berjudul "Metode Operasi dan Sasaran Serangan".
Laporan itu menggarisbawahi kemungkinan adanya gerakan bawah tanah di Jepang, di mana 40 persen penduduknya adalah keturunan Jepang. Laporan itu juga membeberkan bagaimana konsulat Jepang di pesisir barat AS telah mengumpulkan informasi soal kekuatan angkatan udara dan laut AS.
Memorandum yang kini disimpan di perpustakaan dan museum Franklin D Roosevelt, New York itu pertama kali dibuka pada 1975 dan belum dipublikasikan hingga pergantian abad.
Teori Konspirasi
Sebab, saat itu publik AS menentang keinginan untuk terlibat dalam Perang Dunia II yang banyak dilihat sebagai perangnya bangsa Eropa, meski Roosevelt secara pribadi mendukung sekutu yang memerangi negara-negara poros: Jerman, Italia dan Jepang.