Peraturan kontraterorisme yang diloloskan parlemen tahun lalu memberikan kuasa kepada Jaksa Agung Australia untuk menghentikan pembayaran tunjangan sosial kepada mereka yang terlibat dalam tindak terorisme.
Pada Februari lalu, salah satu kelompok media di Australia, News Corp, melaporkan, berdasarkan penyelidikan federal, sebanyak 96 persen warga Australia yang bergabung dengan kelompok teroris di Timur Tengah ditemukan masih mendapatkan tunjangan sosial, dan "hampir semuanya" masih menerima tunjangan setelah mereka meninggalkan negeri itu.
Dalam artikel di salah satu surat kabar milik kelompok News Corp, PM Tony Abbott mengatakan bahwa dia "prihatin" mengetahui bahwa warganya yang memilih berperang di tanah asing ini masih menerima tunjangan sosial.
Keesokan harinya, PM Abbott dalam sesi tanya jawab di parlemen mendapatkan pertanyaan soal masalah uang tunjangan sosial dan warga yang bergabung dengan ISIS. Kepada parlemen, PM Abbott mengatakan bahwa laporan tersebut tidak benar.
"Ini tidak benar. Sepengetahuan saya, kami sudah membatalkan pembayaran tunjangan sosial bagi semua warga yang berperang di luar negeri," katanya.
Dalam jawaban pada dengar pendapat di Senat, Kejaksaan Agung Australia mengukuhkan bahwa pihaknya diminta melakukan kajian terhadap empat kasus pada tanggal 24 Februari 2015.
"Kami menemukan bahwa tidak satu pun yang menerima tunjangan sosial. Oleh karena itu, tidak perlu ada pembatalan tunjangan dengan alasan keamanan nasional," demikian dikatakan Kejaksaan Agung Australia.
Mereka mengatakan, tunjangan sosial juga hanya diberikan dalam waktu pendek bila seorang warga Australia tinggal di luar negeri.
"Kebanyakan tunjangan sosial hanya bisa dibayarkan jika seseorang berada di luar Australia dalam waktu tidak lama, dan hanya dalam kasus tertentu yang berarti bahwa rencana perjalanan mereka sudah disetujui sebelum meninggalkan Australia," katanya.
"Aturan mengenai pembatalan pembayaran tunjangan untuk pejuang di tanah asing dibuat untuk menambah peraturan yang ada, dan hanya bisa diterapkan bila ada seorang pejuang yang pergi ke luar negeri dan tetap menerima tunjangan," demikian pernyataan Kejaksaan Agung.