"Mungkin jika wanita yang melakukan peran setan Namahage, kita akan punya cukup banyak orang, tapi kurasa tidak perlu sejauh itu," kata dia.
Pejabat lokal berharap pengakuan UNESCO akan Namahage akan membangkitkan dorongan ekonomi berbasis pariwisata yang sangat dibutuhkan di sejumlah tempat di Oga, semenanjung terpencil sekitar 450 km utara Tokyo, dan distrik Masukawa.
Secara ekonomi, jumlah wisatawan yang datang akibat adanya festival Namahage ini mengalami peningkatan.
Pada 2018, sebanyak 6.100 wisatawan mengunjungi Oga untuk perayaan tahun baru. Sementara, pada Februari 2019 tercatat mengalami peningkatan 1.500 wisatawan.
Adapun, yang menjadi daya tarik festival Namahage adalah perebutan jerami dari jubah setan yang diyakini bisa membawa keberuntungan selama prosesi pembawaan obor dari gunung bersalju.
Bagi lansia, perayaan akhir tahun ini memberikan kesan bahwa bangunnya roh-roh leluhur ini memberi mereka alasan untuk hidup.
"Banyak orang merasa 'para dewa pasti sangat peduli kepadaku'," ujar Sato.
Sejarawan Budaya dari Universitas Seijo Tokyo, Satoru Hyoji mengungkapkan bahwa ia khawatir tradisi ini akan berubah seiring perkembangan zaman.
Timbul kekhawatiran di masyarakat kalau tradisi Namahage bisa saja berubah setelah didaftarkan ke UNESCO.
"Beberapa orang khawatir, jika tradisi ini ditetapkan UNESCO (sebagai peninggalan budaya), mereka hanya akan dipaksa untuk melanjutkan tradisi dengan cara tradisional, bahwa jika mereka mencoba mengubah hal-hal baru, orang-orang akan berkata, 'itu bukan cara yang dilakukan di masa lalu'," ujar Hyoki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.