Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Negeri Ini, Menjadi Polisi Sama dengan Menantang Maut

Kompas.com - 04/09/2018, 19:37 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber BBC

SRINAGAR, KOMPAS.com - Setidaknya 31 orang polisi tewas sepanjang tahun ini di wilayah Kashmir yang berada di bawah pemerintahan India.

Kashmir menjadi negeri di mana menjadi polisi sama saja dengan menantang sang maut sendiri.

Mohammad Ashraf Dar tewas dibunuh di dapur kediamannya sendiri tepat di hari raya Idul Adha pada 22 Agustus lalu. Pria itu mengembuskan napas terakhirnya di depan sang putri yang baru berusia satu tahun.

Baca juga: India Kembali Terlibat Baku Tembak dengan Pakistan di Kashmir

Pria berusia 45 tahun itu sebenarnya bertugas di wilayah tengah Kashmir tetapi dia sedang berada di rumah untuk merayakan liburan bersama istri dan tiga anaknya.

Keluarga Ashraf Dar tinggal di desa kecil bernama Larve, yang dikelilingi sawah dan kebun apel, di distrik Pulwama, wilayah selatan Kashmir.

Kawasan itu belakangan mengalami banyak kekerasan berdarah yang dipicu tewasnya seorang pemimpin kelompok militan Burhan Wani pada Juli 2016 di tangan aparat keamanan India.

Akibatnya, para personel kepolisian, sebagian besar adalah warga setempat dan beragama Islam, menjadi target balas dendam kelompok militan ini.

Dalam beberapa bulan terakhir, para personel polisi disarankan tidak pulang kampung, khususnya di wilayah selatan Kashmir.

"Jika mereka harus pulang, maka mereka harus melakukan berbagai persiapan esktrem," kata Direktur Jenderal Kepolisian Jammu dan Kashmir, Shesh Paul Vaid.

Kembali ke nasib Ashraf Dar, sebenarnya rekan-rekan dan keluarga pria itu sudah memperingatkan agar dia jangan pulang kampung.

"Saya tidak perlu bersembunyi. Apakah saya seorang pencuri? Saya tidak pernah menyakiti siapapun," demikian Ashraf Dar pernah berkata.

Baca juga: India Umumkan Gencatan Senjata di Kashmir Selama Ramadhan

"Hidup warga lokal yang menjadi polisi dan memerangi pemberontak seperti berjalan di atas ladang ranjau," kata Ghulam Qadir, ayah Ashraf Dar.

Pemberontak Muslim sudah mengobarkan perlawanan sejak akhir 1990-an dan semakin kuat pada 2016 setelah kematian Wani.

Saat warga Kashmir turun ke jalan untuk berunjuk rasa, polisi menggunakan peluru pellet, baja yang dibungkus karet, untuk membubarkan massa.

Polisi mengatakan, peluru pellet ini tidak mematikan tetapi nyatanya puluhan orang tewas dan melukai lebih dari 1.500 orang.

Beberapa orang, termasuk anak-anak, menjadi buta saat mata mereka terkena peluru "nyasar" yang ditembakkan polisi.

Baca juga: Peziarah Hindu di Kashmir Diserang Militan, 7 Orang Tewas

Sejak saat itu, jumlah anggota pemberontak yang tewas meningkat. Sepanjang 2017 saja, sebanya 76 orang yang diduga anggota militan tewas.

Dan tahun ini, sudah 66 orang anggota kelompok militan tewas hanya di wilayah selatan Kasmir saja.

Selama beberapa dekade, pemerintah India memiliki kebijakan tidak menugaskan seorang polisi di kampung halamannya sendiri sebagai upaya untuk melindungi identitas mereka dan keluarganya.

Namun, di wilayah selatan Kashmir yang bergolak, misalnya di distrik Pulwama, banyak pemuda yang bergabung dengan pemberontakan dan serangan terhadap polisi kian meningkat.

Sejauh ini tak ada satu kelompok pun yang menyatakan bertanggung jawab terhadap pembunuhan para polisi termasuk terhadap Ashraf Dar.

Secara tak resmi, polisi menuding kelompok-kelompok seperti Hizbul Mujahideen dan Lashkar-e-Taiba sebagai pelaku serangan.

Para pelaku pembunuhan Ashraf Dar mengetahui di mana polisi itu tinggal. Mereka lalu menyusu[ ke kediamannya, membawa tas punggung, dan senapan yang digantung di pundak mereka.

Mereka masuk ke dalam rumah di saat Ashraf sedang menjalankan shalat di masjid desa yang tak jauh dari kediamannya.

Baca juga: Kashmir Kembali Memanas, Polisi Tembak Mati Empat Orang

"Tutup mulutmu," kata para penyusup kepada istri Ashraf, Shehla Gani, sambil menodongkan senapan mereka.

Mereka kemudian mendorong Shehla dan dua putranya Jibran Ashraf (12) dan Mohammad Qwaim (7) ke salah satu sudut rumah.

Tak lama kemudian Ashraf tiba di rumah sambil menggendong putrinya yang berusia satu tahun itu.

Para penyerang memaksa Ashraf masuk ke dapur sambil tetap menggendong anak bungsunya itu.

Ashraf tak mau melepaskan putrinya tetapi mereka memukuli pria itu dan mengambil bocah kecil itu.

"Kalian seperti saudara bagiku. Saya tidak pernah menyakiti siapa pun," ujar Ashraf kepada para penyerang.

Baca juga: Baku Tembak Pecah di Kashmir, Empat Terduga Pemberontak Tewas

Shehla, yang bisa mendengar semuanya dari ruang sebelah, mengatakan bahwa dia mendengar serentetan tembakan dan Ashraf tewas seketika.

"Mata putri saya yang tak berdosa menyaksikan kematian ayahnya," ujar Shehla.

Pembunuhan Ashraf Dar ini juga membuat sejumlah warga marah dan mempertanyakan aksi yang dilakukan pemberontak.

"Apakah polisi bukan warga Kashmir? Dengan membunuh polisi, pemberontak mencederai tujuan mereka sendiri," kata Abdul Gani Shah (88), warga desa Mutalhama, Kashmir.

Muhammad Aslam Chowdary, seorang perwira senior kepolisian, mengatakan bahwa dia merasa terus menjadi sasaran tak hanya saat mengenakan seragam tetapi juga saat berada di rumah.

"Terkadang, kami bahkan tak memercayai keluarga sendiri," ujar Chowdari yang sempat bertugas di distrik Pulwama.

Bukan kali ini saja polisi menjadi sasaran pembunuhan di Kashmir. Pada Juni 2017, Muhammad Ayub seorang polisi tak berseragam tewas dikeroyok di Srinagar, ibu kota Kashmir.

Dia dituduh menembak ke arah warga setelah terlibat perkelahian dengan seorang pemuda.

Pada Juli 2018, seorang polisi bernama Mohammad Saleem Shah hilang saat sedang dalam perjalanan memancing dengan teman-temannya.

Sehari kemudian jenazahnya ditemukan di sebuah kebun apel dengan penuh luka tembak.

Pada 28 Agustus lalu, kelompok militan menculik putra serang polisi dari kediamannya di wilayah selatan Kashmir.

Hasil penyelidikan polisi menunjukkan pelaku penculikan adalah Riyaz Naiko, pemimpin kelompok Hizbul Mujahideen.

Naiko pernah mengancam agar para anggota kepolisian meninggalkan pekerjaan mereka atau menerima konsekuensinya.

Baca juga: Kashmir Bergolak Lagi, Tujuh Orang Tewas akibat Konflik Bersenjata

Meski terancam pembunuhan, ternyata banyak pemuda Kashmir yang bercita-cita menjadi polisi, apalagi tak ada banyak lapangan kerja di daerah yang terus dikungkung kekerasan itu.

"Saya ingin jadi polisi karena saya harus merawat kedua orangtua," ujar Furkan Ahmad yang sedang menjalani pelatihan kepolisian.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com