Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sukses Belanda Jadi Eksportir Makanan Terbesar Kedua di Dunia

Kompas.com - 01/03/2018, 12:00 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

AMSTERDAM, KOMPAS.com - Di sebuah ladang kentang di perbatasan Belanda dan Belgia, Jacob van den Borne duduk di sebuah kabin kendaraan pemanen yang dipenuhi panel layaknya pesawat antariksa Enterprise dari film Star Trek.

Dari kokpitnya yang berjarak sekitar 3 meter dari tanah, Jacob memantau dua buah drone yang memberinya data rinci soal kandungan kimia dalam tanah, kandungan air, nutrisi, dan proses pertumbuhan.

Semua informasi itu diperlukan Jacob untuk mengetahui kemajuan setiap tanaman kentang yang dia tanam.

Jumlah produksi yang dihasilkan pertanian Jacob ini menjadi bukti kekuatan apa yang disebut dengan "pertanian presisi".

Baca juga : Produksi Pertanian Meningkat, Kesejahteraan Petani Masih Rendah

Rata-rata hasil kentang di dunia per hektar adalah sembilan ton, namun Jacob bisa menghasilkan lebih dari 20 ton kentang untuk setiap hektarnya.

Hampir dua dekade lalu, pemerintah Belanda membuat komitmen untuk menciptakan pertanian yang berkelanjutan di bawah slogan "Produksi dua kali lebih besar dengan menggunakan separuh sumber daya".

Sejak 2000, Jacob van den Borne dan para petani lain di Belanda telah mengurangi ketergantungannya terhadap air hingga 90 persen dalam proses tanam sejumlah tanaman utama.

Mereka juga nyaris sama sekali tidak menggunakan pestisida kimia untuk tanaman di dalam rumah-rumah kaca. Dan sejak 2009, produsen daging ayam dan daging lainnya memangkas penggunaan antibiotik hingga 60 persen.

Hal lain yang membuat takjub adalah fakta bahwa Belanda adalah negara kecil dengan kepadatan penduduk yang amat tinggi.

Lebih dari 1.300 orang berdesakan di tiap kilometer persegi lahan negeri itu. Artinya nyaris tak ada lahan untuk menciptakan pertanian dalam skala besar di Belanda.

Sebagai pembanding, Provinsi Jawa Timur masih sedikit lebih luas dibandingkan Belanda.

Baca juga : Ekspor Makanan ke Korea Utara, Tiga Orang Ditahan Polisi Jepang

Namun, hal tersebut tak menghentikan Belanda menjadi negara pengekspor terbesar kedua bahan makanan.

Untuk urusan ekspor makanan ini, Belanda hanya kalah dari Amerika Serikat yang ukuran wilayahnya 270 kali lebih besar. Bagaimana bisa Belanda melakukan semua ini?

Panen sayuran lobak di sebuah lahan pertanian di Belanda.Thinkstock Panen sayuran lobak di sebuah lahan pertanian di Belanda.
Jika dilihat dari udara, Belanda tak terlihat sebagai sebuah negara utama dalam hal produksi makanan di dunia.

Dari udara hanya terlihat hamparan lahan-lahan pertanian kecil untuk ukuran agribisnis berada di celah-celah antara kota-kota yang sibuk.

Meski demikian, lebih dari separuh wilayah Belanda digunakan untuk pertanian atau hortikultura.

Di banyak kawasan pedesaan mudah ditemukan "ladang-ladang cermin" yang menangkap sinar matahari. Itu adalah kompleks-kompleks rumah kaca yang beberapa di antaranya bisa mencapai luas hingga 70 hektare.

Baca juga : Ada IORA, Ekspor Makanan Minuman Diestimasi Lewati Target

Pertanian dengan pengendalian cuaca seperti inilah yang membuat Belanda yang jaraknya hanya beberapa ribu kilometer dari Lingkar Kutub, bisa menjadi eksportir tomat terbesar di dunia.

Padahal, tomat adalah tanaman yang membutuhkan banyak sinar matahari dan cuaca hangat agar bisa tumbuh dengan baik.

Belanda juga merupakan negara utama pengekspor tomat dan bawang. Serta jika dilihat dari nilai jualnya, Belanda adalah pengekspor sayuran terbesar kedua di dunia.

Selain itu, kini lebih dari sepertiga benih sayuran yang diperdagangkan di seluruh dunia, berasal dari Belanda.

Otak di balik kesuksesan Belanda ini berada di Universitas dan Pusat Riset Wageningen (WUR) yang berjarak 80 kilometer sebelah tenggara Amsterdam.

WUR, yang dikenal sebagai lembaga riset pertanian terbaik di dunia. menjadi pusat dari Lembah Makanan, sebuah kluster besar start-up teknologi dan pertanian eksperimental.

Ernst van den Ende, direktur pelaksana Kelompok Sains Tanaman WUR, adalah pakar patologi tanaman yang amat dihormati di dunia.

"Saya bukan sekadar dekan sebuah fakultas. Separuh diri saya mengerjakan sains, sisanya mengawasi sembilan unit bisnis tepisah," kata dia.

"Hanya pendekatan sains yang bisa digabungkan dengan pendekatan pemasaran yang dapat mengatasi tantangan di masa depan," tambah dia.

Apa tantangannya? Ernst van der Ende mengatakan, dalam empat dekade ke depan dunia harus memproduksi lebih banyak makanan.

"Secara total harus lebih banyak dari yang pernah ditanam seluruh petani selama 8.000 tahun terakhir," kata dia menegaskan.

Sebanya, lanjut dia, pada 2050 Bumi akan dihuni lebih dari 10 miliar manusia naik pesat dari jumlah saat ini yang sudah mencapai 7,5 miliar.

Jika sektor pertanian tak bisa bertumbuh dengan masif, ditambah dengan semakin berkurangnya cadangan air dan bahan bakar fosil, maka lebih dari 1 miliar manusia akan terancam kelaparan.

Kelaparan akan menjadi masalah utama dunia di abad ke-21 dan kawasan Food Valley yang memandang jauh ke depan ini yakin telah menemukan solusi inovatifnya.

"Sarana yang dibutuhkan untuk menghadapi ancaman kelaparan masif sudah dalam jangkauan," kata Van den Ende.

Baca juga : Jokowi Bertekad Indonesia Akan Ekspor Pangan

Optimismenya ini didasarkan pada hasil dari lebih dari 1.000 proyek WUR di lebih dari 140 negara di dunia.

Selain itu WUR juga melakukan kerja sama resmi dengan pemerintah dan universitas di enam negara untuk berbagi ilmu dan menerapkan teknologi pertanian ini. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com