Jumlah warga Muslim di Myanmar juga masih diperdebatkan. Pemerintah menyatakan bahwa kelompok muslim tidak lebih dari 4 persen populasi, sedangkan LSM independen mengklaim angkanya mencapai hampir 12 persen.
Etnis muslim Myanmar saat ini mengalami banyak kesulitan ketika berurusan dengan pemerintah karena praktik diskriminasi yang sudah meresap di masyarakat. Tin Win, misalnya, menemui berbagai macam kesulitan untuk mendapatkan kartu identitas bagi cucu-cucunya.
Ini sangat sulit. Tanpa kartu identitas (yang berwarna merah jambu lebih baik), akan sangat sulit untuk membuka rekening bank, mendapat dokumen perjalanan atau membeli properti. Namun, ketika saya menanyakannya tentang "The Lady" Aung San Suu Kyi, dia menjawab dengan tegas: "Saya adalah pendukungnya".
Hal ini mungkin cukup mengejutkan pengritik-pengritik Aung San Suu Kyi di seluruh dunia. Namun, barangkali itu dapat dimengerti mengingat kerentanan kelompok minoritas ini, ditambah dengan kelemahan pemerintah saat ini dalam berurusan dengan kelompok militer.
Tin Win bisa dibilang tumbuh dengan warga Myanmar yang independen. Kemungkinan bahwa negara yang dicintainya ini akan memperlakukan dia dan keluarganya dengan buruk sangatlah mengerikan dan meresahkan. Demi kebaikan negara dan dirinya, kejatuhan Myanmar menuju sektarianisme harus dihentikan.
Kematian Ko Ni yang Tin Win lihat bukan karena alasan religi melainkan politis adalah sebuah tragedi. Sebab itu penting mengambil pelajaran dari Indonesia, seperti soal kebutuhan reformasi politik, keberagaman budaya, supremasi sipil melawan militer dan desentralisasi, agar tidak dilupakan oleh pemimpin-pemimpin Myanmar.
Di saat yang sama, sangat penting bagi negara-negara ASEAN untuk mengakui besarnya tantangan yang dihadapi Myanmar dengan ekonomi yang masih berkembang dan kemiskinan yang merajalela.
Pertumpahan darah di Rakhine harus dihentikan dan aksi kita tidak boleh membahayakan nyawa jutaan etnis muslim yang tinggal di Myanmar. Mereka bisa mengalami nasib seperti etnis Rohingya jika masalah ini tidak segera diselesaikan dengan kepala dingin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.