Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ericssen
Pemerhati Politik

Pemerhati Politik Amerika, Politik Indonesia, dan Politik Elektoral

Prediksi Pilpres AS: Bersiaplah dengan Sebutan Madam Presiden...

Kompas.com - 08/11/2016, 13:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Tidak sedikit pendukung Calon Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Hillary Clinton yang was-was mendekati hari-H pemilihan presiden (pilpres) yang akan digelar Selasa, 8 November.

Pasalnya, meski sempat tertinggal 6-7 poin, Donald Trump, capres Partai Republik berhasil memotong keunggulan Hillary menjadi tinggal 2-3 poin di satu minggu terakhir masa kampanye.

Banyak pihak yang menghubungkan melesatnya Trump karena keputusan Biro Investigasi Federal (FBI) untuk menyelidiki kembali kasus email Hillary yang menggunakan server pribadi saat dia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Namun, sesungguhnya Hillary tidak pernah kehilangan keunggulannya. Yang ada adalah pendukung Republiken akhirnya memutuskan “kembali ke rumah” dengan membulatkan hatinya mendukung Trump.

Keputusan FBI tidak terlalu mempengaruhi dukungan terhadap Hillary. Selain itu, perolehan suara Trump di survei mulai mentok di kisaran angka 42-44%.

Mengetatnya survei adalah hal biasa mendekati hari pemungutan suara. Seperti yang penulis uraikan di tulisan sebelumnya, Hillary Clinton tetap favorit untuk menjadi Presiden wanita pertama negeri Paman Sam.

Penulis memprediksi istri mantan Presiden Bill Clinton ini akan meraih kemenangan didukung oleh sejumlah faktor.

Kokohnya “Blue Firewall”

Untuk memenangkan tiket Gedung Putih, capres harus mengumpulkan 270 electoral votes di electoral college. Faktor utama Hillary menjadi favorit adalah “Blue Firewall”nya yang sejauh ini masih kokoh walau persaingan agak mengetat di sejumlah negara bagian.

istimewa Tanda panah menunjukan 5 negara bagian yang menjadi bagian dari benteng pertahanan “Blue Firewall” Hillary Clinton Biru: Hillary Clinton (Demokrat), Merah: Donald Trump (Republik), Abu-abu: Toss Up ( hampir berimbang)
Pennsylvania, Michigan, Wisconsin, ketiga negara bagian yang selalu memilih Capres Demokrat sejak pilpres 1988 plus Virginia dan Colorado yang mendukung Barack Obama di 2 pilpres terakhir adalah titik krusial dari benteng pertahanan “Blue Firewall” Electoral College Hillary.

Ditambah belasan negara bagian lain yang sudah hampir pasti akan digenggam, Hillary telah mengumpulkan 269 electoral votes.

Sempat unggul 7-10 poin, keunggulan Hillary telah terpangkas menjadi 3-5 poin di kelima negara bagian itu. Tetapi, survei konsisten menunjukan politisi berusia 69 itu tidak pernah disalip Trump sejak bulan Juli.

Sepanjang kemenangan dapat dikunci di lima negara bagian ini,  Trump akan menghadapi jalan yang sangat terjal untuk mencapai angka 270.

istimewa Peta Electoral College jika Donald Trump berhasil menyapu semua negara bagian toss-up
Bahkan, jika Trump berhasil menyapu seluruh negara bagian toss up yang berwarna abu-abu: Florida, New Hampshire, Nevada, Ohio, dan North Carolina, dia hanya mengumpulkan 269 electoral votes, yang berarti imbang dan presiden akan dipilih oleh House of Representatives (DPR), peristiwa yang hanya pernah terjadi sekali dalam ratusan tahun sejarah AS.

Artinya, pebisnis kontroversial ini bukan hanya harus menyapu bersih seluruh negara bagian toss up, dia juga harus mengejutkan Hillary di salah satu dari lima negara bagian “Blue Firewall” atau bahkan di negara bagian lain untuk meraup kemenangan.

Misi berat Trump tidaklah mustahil. Namun, angka survei menunjukan konglomerat berusia 70 ini menghadapi misi super berat. Alih-alih ingin mengejutkan Hillary di benteng pertahanannya, Trump bahkan masih kesulitan untuk mengamankan kemenangan di lima negara bagian toss up itu.

Misal di Florida yang memiliki 29 electoral votes, Hillary maupun Trump bersaing ketat dan terus silih berganti memimpin di “Sunshine State”. Agregator survei Real Clear Politics menunjukan Hillary saat ini unggul tipis 1 poin. Jika sampai dia kalah di Florida,  tamatlah ambisi Trump walau dia dapat mengejutkan Hillary di salah satu dari 5 negara bagian “Blue Firewall” itu.

Di negara bagian lain North Carolina yang memilih Republik empat tahun lalu, Trump juga kesulitan bersaing. Dia hanya memimpin di 4 dari 24 survei yang digelar sejak debat pertama capres.

Selain itu, Trump juga masih perlu mewaspadai Hillary yang bisa saja mengejutkannya di tiga negara bagian yang biasanya selalu memilih capres Republik. Arizona, Utah, dan Georgia adalah 3 negara bagian di mana Trump unggul dan tetap favorit untuk menang namun dia hanya unggul tipis.

Misal di Arizona, demografi pemilih Hispanik yang jumlahnya terus meningkat dan dibuat berang oleh retorik anti imigran Trump berpotensi mengejutkan biliuner itu dengan menjadikan negara bagian ini berwarna biru. Hillary dan cawapresnya Tim Kaine, bahkan Ibu Negara Michelle Obama, berkampanye di Arizona pekan lalu.

Secara garis besar Trump bukan hanya harus menyapu bersih negara bagian toss up, dia juga harus mengejutkan Hillary di benteng pertahanan “Blue Firewall” dan juga harus mempertahankan teritorinya sendiri di negara bagian merah, tiga misi yang tentunya sangat sulit di atas kertas.

Faktor-faktor Krusial Lain

Faktor-faktor lain yang mendukung kemenangan Hillary adalah lebih kuatnya tim kampanye lapangan, lebih terkoordinasinya mobilisasi pemilih dengan penggunaan analisa data pemilih, dan angka yang positif dari pemungutan suara awal yang telah digelar di sejumlah negara bagian.

Berbicara tim kampanye lapangan atau sering disebut ground game, pasukan Hillary sangat superior dibandingkan dengan pasukan Trump yang tidak terorganisir. Umumnya di negara-negara bagian yang ketat, seperti Ohio dan Florida, capres dengan pasukan lapangan yang lebih kuat akan membukukan kemenangan.

Adapun pasukan atau relawan lapangan ini bertugas untuk  mengetuk pintu demi pintu rumah atau mengirimkan surat ke calon pemilih meyakinkan mereka untuk menggunakan hak pilihnya.

Tim kampanye Hillary memiliki infrastruktur kampanye lapangan yang sangat kuat berjumlah ratusan hingga ribuan relawan yang tersebar di swing state krusial bekerja pagi malam untuk menghubungi dan meyakinkan calon pemilih untuk memilih Hillary.

Sebaliknya, tim kampanye Trump hampir tidak mengeluarkan dana untuk sistem kampanye tradisional ini. Trump sendiri selalu percaya bahwa kampanye akbar di mana dia berbicara dan iklan televisi cukup untuk meyakinkan pemilih memilih dia.

Sejarah pilpres selalu menunjukan siapa yang lebih aktif di lapangan itulah yang unggul, Misal di pilpres 2012 di negara bagian Florida yang super ketat, Barack Obama menang tipis 0.88% dari lawannya Mitt Romney ditopang karena lebih superiornya infrastruktur lapangan yang dibangun.

Faktor krusial kedua adalah terarahnya strategi kampanye Hillary Clinton untuk menarik pemilih mana saja untuk dimobilisasi atau sering disebut Get Out The Vote. Tim kampanye lapangan tidak akan asal-asalan mengetuk setiap pintu rumah.

Tim kampanye Hillary didukung oleh penggunaan data untuk menganalisa mana-mana sajakah pemilih yang akan muncul memberikan suaranya (likely voters).

Data kampanye ini sangat krusial membantu konsultan politik untuk membentuk sistem “modelling” calon pemilih. Tidaklah mengagetkan jika tim Hillary terus memburu pemilih Hispanik yang partisipasinya meroket dibanding pilpres lalu.  Sedangkan tim kampanye Trump tidak terlalu memedulikan penggunaan data ini.

Faktor terakhir adalah data dari early voting yang sejauh ini memunculkan berita baik bagi Hillary. Dua negara bagian toss up yang harus disapubersih Trump yaitu Nevada dan Florida telah menggelar pemungutan suara awal.

Data yang dirilis menunjukan melesatnya pemilih Demokrat dibandingkan pilpres 2012 khususnya pemilih Hispanik yang melonjak lebih dari 100%. Tentunya ini bukanlah berita baik bagi Trump mengingat pemilih Hispanik adalah blok pemilih yang selalu memilih capres Demokrat. Bahkan Jon Ralston, pakar politik ternama Nevada melalui Twitternya bercuit bahwa Trump telah berakhir di Nevada.

Apa Trump Masih Bisa Menang?

Berstatus underdog bukan berarti tidak dapat menang. Donald Trump masih bisa mengejutkan dunia jika angka-angka survei yang selama ini muncul rupanya tidak tepat alias terjadi eror besar.

Mengingat Hillary hanya unggul tipis 2-3 poin yang berarti masih dalam margin of error, skenario ini mungkin saja terjadi walau sejarah menunjukan peristiwa ini sangat jarang terjadi.

Selain itu, ada juga teori “Shy Trump Voters”. Teori ini merujuk ke pemilih yang karena rasa malu takut dihakimi secara sosial memutuskan tidak memberitahu bahwa dia memilih Trump ketika disurvei.

Teori ini kemudian mengatakan pemilih ini akan muncul dalam jumlah besar untuk memenangkan Trump di hari H. Sejauh ini sejumlah analis politik menilai teori ini belum terbukti dan jika “Shy Trump Voters” ada, jumlahnya tidak akan cukup memenangkan Trump.

Madam President

Hillary Clinton tidak pernah kehilangan keunggulannya sejak Konvensi Nasional Partai Demokrat. Sejumlah rentetan masalah mulai dari penggunaan server pribadi untuk email, pembocoran email ketua kampanye oleh Wikileaks, gangguan pneumonia, pemeriksaan ulang FBI tidak menggoyahkan Hillary. Walau sempat sedikit tergelincir, Hillary kemudian bangkit dan tetap konsisten memimpin survei.

Hillary tetaplah favorit menjadi Presiden ke-45 AS sejak musim pemilihan pendahuluan (primary) berakhir. Yang pasti, terlepas dari setipis atau setelak apapun kemenangannya, dunia perlu segera membiasakan diri untuk  memanggil Ibu Presiden atau Madam Presiden.

istimewa Prediksi akhir penulis jika Hillary menang sekitar 4 poin
Berapa besarkah skala kemenangan yang akan diraih Hillary? Penulis sendiri memprediksi untuk popular vote, Hillary akan menang setidaknya 4 poin dengan raihan 48-49% dengan raihan 323 electoral votes berbanding 215.

istimewa Prediksi akhir penulis jika Hillary menang sekitar 6-7 poin
Namun, janganlah terkejut jika Hillary berhasil meraih kemenangan lebih telak 6-7 poin. Skenario ini bakal terjadi jika semua pemilih yang belum memutuskan pilihan akhirnya memilih Hillary. Juga, jika angka survei men-underestimate dukungannya.

Di skenario ini Hillary berpotensi meraih 50-51% di mana Trump hanya akan meraih 44-45%. Raihan electoral votes mantan Senator New York itu akan meningkat menjadi 353 ditambah Ohio, Arizona, dan Nebraska distrik ke-2.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com