Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diplomasi Rempeyek, Cerita di Balik Camilan Kesukaan Tony Abbott

Kompas.com - 08/09/2016, 07:05 WIB
Caroline Damanik

Penulis

“Pertama, kita harus selalu merasa senang untuk menyiapkannya karena hidangan yang akan kita sajikan adalah bagian dari representasi negara kita. Saya memang harus merasa bahwa apa yang saya sajikan betul-betul serius dan ingin memikat hati, baik dalam penampilan maupun rasa. Bagi masyarakat asing, makanan Indonesia itu sesuatu yang unik. Mereka sudah tahu makanan negara lain tetapi (makanan dari) Indonesia agak berbeda, baik dari penampilan maupun rasa,” tuturnya.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Serabi kuah nangka, salah satu menu pelengkap yang kerap disajikan di Wisma Indonesia, kediaman resmi Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, di Canberra, Australia, untuk tamu negara.
Nino mengaku memelajari berbagai resep masakan Indonesia, baik yang tertulis maupun yang didapat dari sumber lisan, lalu mendiskusikan dengan juru masak kedutaan yang bertugas di Wisma Indonesia.

“Sejak penempatan pertama, kami memang belajar memasak. Orang tidak akan melihat latar belakang saya, apakah saya ini dosen atau psikolog, tetapi mereka menilai apakah saya bisa memasak atau tidak,” ungkapnya.

Setelah memelajari kekhasan resep masakan Indonesia, dia dan juru masak harus menyesuaikan rasa dengan lidah orang asing yang tidak terlalu cocok dengan cita rasa bumbu yang terlalu pekat atau terlalu pedas.

 “Bagaimana supaya mereka terarik pada soto dari Indonesia, kita coba memperkenalkan rempah-rempah yang ada di dalamnya tetapi bukan dengan cara membuat mereka jera apakah rasanya terlalu kuat, atau terlalu pedas, asam dan asin, tetapi ada yang sedikit dikurangi disesuaikan dengan selera internasional, tetapi tetap berbeda dengan makanan-makanan yang didapat dari negara tetangga kita,” tuturnya.

Begitu pula ketika menyajikan sate. Sembari memperkenalkan berbagai macam sate dari daerah di Nusantara, Nino dan juru masak harus memutar otak agar tamunya paham sate dari Indonesia berbeda dengan sate yang juga disajikan oleh perwakilan negara lain.

Edukasi semacam ini diperlukan agar para tamunya tidak hanya makan, tetapi mengenal sisi lain dari makanan Indonesia.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Hidangan yang kerap disajikan di Wisma Indonesia, kediaman resmi Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, di Canberra, Australia, saat menjamu tamu negara.
Makanan hadir sebagai bagian budaya masyarakat Indonesia yang unik dari setiap daerah, mulai dari bagaimana bumbu atau rempah membuat Portugis dan Belanda tertarik datang ke Nusantara pada masa lampau hingga makna gerabah dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

“Makanan bukan hanya sekadar makanan tetapi mencerminkan budaya dari suatu bangsa. Saya juga selalu mengajak ibu-ibu Indonesia di sini, jangan malu menjadi bangsa Indonesia karena kita dibekali begitu banyak latar belakang budaya yang bisa digali dan kita bisa tunjukkan,” tuturnya.

Sejauh ini, lanjut Nino, respons para tamu mancanegara terhadap makanan Indonesia dan cerita di belakangnya sangat baik.

“Mereka betul-betul suka dan mereka merasa ini unik. Mereka senang sekali. Setiap kali kami mengundang orang asing, mereka makan dengan lahap dan setiap Indonesia mengadakan resepsi, makanan selalu yang ditunggu-tunggu,” ungkap Nino.

Pengalamannya ini lalu membawanya ditunjuk menjadi salah satu dari istri duta besar berbagai negara yang menyumbangkan tulisan resep dalam buku bertajuk "18 Ambassadrices Vous Recoivent a Bruxelles". Dalam buku itu, Nino mengusung sejumlah resep, seperti soto ayam madura, nasi kuning nusantara dan redang daging serta sarikaya.

Lalu apa saja menu andalan Nino lainnya yang kerap disajikan dalam menjamu tamu negara?

“Untuk resepsi pasti ada sate, udang goreng, rempah, kue-kue khas Indonesia, gado-gado atau pecel atau selada padang, tetapi kita sajikan kecil-kecil di dalam tempat. Jadi mereka bisa makan sekali kunyah tetapi tetap bisa merasakan ini berbeda, ini bukan salad biasa, ini salad Indonesia. Kemudian nasi goreng, mie goreng, mereka suka sekali,” tambahnya.

 

KOMPAS.com/Caroline Damanik Juru masak di Wisma Indonesia, kediaman resmi Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, di Canberra, Australia.

 

KOMPAS.com/Caroline Damanik Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema (kanan) dan istri, Nino Nadjib Riphat, di kediamannya di Canberra, awal Juni 2016.

 

 (Tulisan ini merupakan bagian dari program "Jelajah Australia 2016". Kompas.com telah meliput ke berbagai pelosok Australia pada rentang 14 Mei - 15 Juni 2016 atas undangan ABC Australia Plus. Di luar tulisan ini, masih ada artikel menarik lainnya yang telah disiapkan terbit pada Juli hingga akhir Agustus 2016. Anda bisa mengikuti artikel lainnya di Topik Pilihan "Jelajah Australia 2016".)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com