Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjelang Ajal di Bawah Reruntuhan Biara, Marjana Kirim Pesan Perpisahan...

Kompas.com - 26/08/2016, 14:35 WIB

ASCOLI PICENO, KOMPAS.com - Darah mengalir dan menodai tutup kepalanya. Debu dan pecahan dinding menghimpit tubuhnya. Marjana Lleshi berteriak minta tolong, tapi tak ada yang menjawab.

Sesaat kemudian, perempuan itu berpikir bahwa nyawanya tak akan bisa diselamatkan lagi.

Marjana adalah biarawati yang menjadi salah satu korban dalam bencana gempa bumi yang melanda Amatrice, Italia bagian tengah, Rabu dinihari lalu.

Ketika keputusasaan mendera, dia meraih ponsel yang ada didekatnya. Mulailah dia menulis pesan untuk banyak kerabatnya di tanah kelahirannya Albania.

Dia mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya, dan meminta mereka mau mendoakan rohnya.

Dalam sebuah wawancara yang dilansir Associated Press, Kamis (25/8/2016), biarawati berusia 35 tahun itu menceritakan pengalaman mengerikan yang dilaluinya.  

Saat gempa melanda, Lleshi sedang terlelap di Biara Don Minozzi di Amatrice. Gempa mulai terasa pada pukul 3.36 dinihari, Rabu lalu. Tembok-tombok bangunan biara pun runtuh.

Marjana berada di dalam biara itu bersama enam suster lainnya, dan lima orang jompo.

Entah apa yang terjadi sebelumnya, Marjana tiba-tiba terbangun dengan selimut debu, darah, dan himpitan dinding yang runtuh.

Menyadari apa yang telah terjadi, dia langsung bersuara untuk memanggil bantuan dari luar kamarnya.

Namun tak ada respons. Dia pun tak bisa bergerak karena terhimpit reruntuhan. 

"Ketika saya mulai kehilangan harapan untuk bisa tetap hidup, saya mencoba menerimanya." kata dia.

"Saya mulai mengambil ponsel, dan mengirimkan pesar kepada keluarga dan banyak teman meminta dukungan doa untuk roh saya nantinya," sambung dia lagi.

"Saya juga sudah mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya," ungkap Marjana.

Namun, Marjana mengaku tak sanggup mengirim pesan emosional itu kepada keluarganya.

"Saya khawatir ayah saya malah pingsan karena emosi yang meluap, atau bahkan meninggal mendengar kabar macam ini," ungkap dia.

Di saat dia terpuruk dalam bayangan kematian, seorang lelaki muda yang biasa merawat seorang jompo di biara itu datang menolong. 

"Ketika itu, saya mendengar suara yang memanggil nama saya, 'Suster Marjana, Suster Marjana'," kata dia.

Pemuda itu yang kemudian menariknya dari reruntuhan, di atas permukaan yang masih labil dan bergoyang.

Selanjutnya, dia diangkat dan didudukkan di sisi jalan. Saat itulah dia kembali mengirimkan pesan selular untuk mengabarkan keselamatannya.

Momen itu diabadikan oleh seorang jurufoto kantor berita ANSA, dan menyebar luar ke seluruh dunia.

Kemarin, Marjana menghabiskan waktunya untuk menjalani pemeriksaan medis untuk debu di saluran pernafasan dan luka di kepala yang harus dijahit.

Setelah kembali ke rumah, dia menangis sambil memikirkan keluarganya.

Dalam keselamatan yang didapatkannya, Marjana tetap berduka. Dia kehilangan tiga rekan biarawati dan empat orang jompo yang selama ini mereka rawat.

Kini, tak ada keinginan lain dari Marjana selain bisa datang ke Roma untuk menghadiri acara kanonisasi Bunda Teresa, pada 4 September mendatang.

"Bagi saya Bunda Teresa adalah simbol kekuatan perempuan. Saya sangat ingin ke sana, tapi setelah kejadian ini saya pikir sulit bagi saya ke sana," ungkap Marjana.

Marjana lalu mengatakan, dia cukup bersyukur dengan anugerah kehidupan yang masih diterimanya.

"Saya sudah sempat menyatakan 'selamat tinggaI', namun pada akhirnya ini bukan 'selamat tinggal'," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com