Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan Sektarian Kembali Pecah di Myanmar

Kompas.com - 02/07/2016, 18:17 WIB

YANGON, KOMPAS.com - Sekelompok orang bersenjata menyerbu sebuah masjid di wilayah utara Myanmar, demikian dikabarkan media pemerintah, Sabtu (2/7/2016), sebuah serangan sejenis kedua dalam sepekan terakhir.

Pada Jumat (1/7/2016), warga desa di Hpakant, sebuah kota pertambangan zamrud di negara bagian Kachin, menyerbu sebuah masjid dengan menggunakan berbagai senjata seperti tongkat, pisau dan senjata lainnya.

Tak hanya menyerbu dan merusak, massa kemudian membakar masjid tersebut. Demikian dikabarkan harian Global New Light of Myanmar.

"Massa itu sangat tak terkendali. Bangunan masjid itu dihancurkan massa yang mengamuk," demikian dikabarkan harian tersebut.

Harian pemerintah itu menyebut, pangkal masalah kerusuhan itu adalah perselisihan soal pembangunan masjid di kota tersebut. Sejauh ini polisi belum menahan satupun tersangka.

Seorang aktivis LSM setempat yang datang ke kota Hpakant mengatakan, pasukan keamanan sudah dikerahkan untuk mengendalikan situasi.

"Kepolisian sekarang sudah menguasai keadaan dan kondisi kota itu sudah kembali stabil," kata Dashi Naw Lawn, dari Yayasan Jaringan Pembangunan Kachin.

Kerusuhan ini terjadi hanya berselang delapan hari setelah massa menghancurkan sebuah masjid di Bago, wilayah tengah Myanmar hingga memaksa warga Muslim setempat mengungsi ke kota tetangga.

Situasi juga memanas di negara bagian Rakhine, yang pernah dilanda kerusuhan sektarian pada 2012 yang membuat warga berbeda agama harus dipisahkan garis perbatasan.

Negara bagian Rakhine banyak dihuni etnis Rohingya yang sebagian besar memeluk Islam dan tidak diakui sebagai warga negara Myanmar atau negara lain seperti Banglades.

Aung San Suu Kyi, pejuang demokrasi Myanmar yang diharapkan bisa menyelesaikan masalah sektarian ini justru menuai kecaman dari berbagai kelompok pejuang HAM karena tak melakukan apapun untuk menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya.

Pemerintahannya justru memerintahkan para pejabat negara menyebut etnis Rohingya sebagai "warga yang memeluk Islam di negara bagian Rakhine" .

Istilah ini digunakan untuk meredam protes kelompok Buddha garis keras yang menganggap etnis Rohingya adalah imigran ilegal dari Banglades.

Namun, ternyata istilah itu tetap tak memuaskan kelompok garis keras yang menuntut agar etnis Rohingya disebut sebagai warga Bengali dan berencana menggelar unjuk rasa pada Minggu (3/7/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com