Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migran Eropa Rindu Ramadhan di Kampung Halaman di Negara Asal

Kompas.com - 08/06/2016, 19:35 WIB

Di kamp pengungsi Hemmeslovs Herrgard, dekat perbatasan Denmark dan Swedia, para migran Muslim tidak sabar mengantre di kafetaria saat matahari terbenam.

Pada pukul 21.30, setengah jam sebelum matahari terbenam, antrean sudah sepanjang 25 meter. Kafetaria dipenuhi suara anak-anak bermain dan orang-orang dewasa berbincang dengan piring dan gelas di tangan mereka, bersiap makan pada tepat pukul 22.00.

Magnus Falk, manajer kamp tersebut, berdiri dengan sekarung roti di tangan, mencoba menenangkan massa.

“Mereka tidak puas dengan makanan ringan pagi tadi,” ujarnya.

Sekitar setengah dari 300 penghuni menjalankan puasa. Mereka mendapat kantong berisi sosis, yogurt, keju, dan selai untuk dimakan sebelum terbit fajar pada sekitar pukul 03.30.

Mohammed, warga Suriah dari Aleppo, menemukan beberapa potong roti di tanah di luar kafetaria, yang ia sobek-sobek dan lempar keluar jendela kamarnya.

“Kami suka melempar roti sisa untuk burung, agar saya dan saudara-saudara saya bisa melihat mereka dari dekat,” ujarnya.

Dalam Islam, Muslim tidak seharusnya membuang makanan sisa, tapi memberikannya kepada yang membutuhkan atau binatang.

Mohammed, yang datang dengan lima orang anggota keluarganya ke Swedia sembilan tahun lalu dan sekarang menunggu wawancara dengan Badan Migrasi, tidak terkesan dengan makanan di kamp.

Pria itu mengatakan, para migran mencoba membuat makanan lebih menggiurkan dengan menambah bumbu-bumbu.

“Biasanya kami memasak makanan Arab yang sangat enak selama Ramadhan dan memakannya bersama teman-teman, tapi di sini kami sendirian. Kami masih merayakan Ramadhan karena tradisi," ujarnya.

Kondisi kamp Yunani

Di Yunani, para migran Muslim terperangkap karena negara-negara di sepanjang jalur Balkan menutup perbatasan mereka.

Para migran mengatakan, panas terik dan kondisi yang buruk di kamp-kamp yang dikelola pemerintah membuat mereka semakin sulit berpuasa.

“Kami tidak dapat tinggal di dalam tenda karena terlalu panas dan anak-anak muntah atau diare karena tempatnya sangat kotor,” ujar Mahdieh (14) yang tinggal di Schisto, kamp tenda yang dikelola pemerintah di bekas markas militer dekat Athena.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com