Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Hitam Bakraoui Bersaudara Berpuncak di Zaventem dan Maalbeek

Kompas.com - 24/03/2016, 18:22 WIB

BRUSSELS, KOMPAS.com - Profil para tersangka pelaku serangan teror di Berussels, Belgia, Selasa (22/3/2016), menunjukkan betapa Eropa sedang menghadapi gelombang baru terorisme domestik.

Serupa dengan serangan di Paris, Perancis, 13 Novembar lalu, para pelaku di Brussels memiliki kesamaan,  yakni kriminal dan termajinalkan.

Pagi masih membeku di Schaerbeek, Brussels, ketika seorang ibu hendak mengantarkan putranya ke sekolah. Saat itu tepat  pukul 07:30 waktu setempat. Sebuah rutinitas pagi yang mengawali jadwal padat Erdine hari itu.

Di salah satu sudut jalan Rue Max Roos, Erdine melihat dua lelaki menyambut taksi yang datang. Sang sopir bergegas keluar dan menawarkan diri untuk memasukkan koper penumpang ke dalam bagasi. Mereka menolak. Dua koper itu terlalu besar.

"Tidak. Biarkan saja," tukas salah seorang lelaki itu sembari membopong salah satu koper ke dalam mobil.

Sang ibu pun berlalu tanpa menyadari kedua pria yang ia lihat adalah Brahim dan Khalid el-Bakraoui. Setengah jam setelah pertemuan tidak terduga itu, kedua bersaudara meledakkan diri di Bandara Zevantem dan stasiun metro Maalbeek di jantung kota Brussels.

Brahim meledakkan diri di Zaventem dan Khalid meledakkan diri di Maalbeek. Dua tempat itu menjadi puncak dari pergulatan mereka di dunia hitam yang pernah dilakukan sebelumnya. Akibatnya, 34 orang tewas dan 300 orang mengalami luka-luka di dua tempat itu.

Sisi gelap

Brahim dan Khalid sejatinya bukan wajah baru di mata kepolisian Belgia. Kedua bersaudara telah berulangkali terlibat dalam delik kriminalitas, meski tanpa indikasi terorisme.

Khalid misalnya pernah terlibat dalam serangkaian delik pencurian kendaraan bermotor. Ia divonis lima tahun penjara pada tahun 2011.

Setahun sebelumnya, Brahim dijebloskan ke penjara karena membunuh seorang polisi dengan senapan serbu Kalashnikov dalam sebuah perampokan bersenjata. Ia juga melukai seorang polisi lain.

Pengadilan lalu memvonisnya sembilan tahun penjara. Tidak jelas bagaimana kedua pria itu bisa dibebaskan sebelum menyelesaikan masa tahanan.

Kedua bersaudara lalu menghilang dari radar kepolisian. Hingga akhirnya Turki mendeportasikan  Brahim pada Juni tahun lalu karena kedapatan berusaha masuk ke Suriah. Dalam catatan kepada kepolisian Belgia, pemerintah Turki mencap Brahim sebagai seorang terduga "teroris."

Ekspresi generasi muda 

Kedua bersaudara el-Bakraoui berhubungan dengan pelaku serangan teror di Paris, tahun lalu, dan mulai disadari kepolisian Belgia sejak Januari lalu.

Hubungan teroris Paris-Brussels itu diyakini sebagai akibat serangan sel teror terbesar yang dimiliki kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Eropa dengan basisnya di Molenbeek, Brussels.

Serupa dengan pelaku serangan di Paris, dan sebelumnya di London, Inggris dan Madrid, Spanyol, hampir semua pelaku memiliki latar belakang sosial yang sama.  

Merekka adalah generasi kedua atau ketiga imigran yang termarjinalkan dari masyarakat Eropa, yang memiliki catatan kriminal dan hidup di wilayah pinggiran dan terpinggirkan.

Beberapa bulan silam Olivier Roy, seorang profesor ilmu politik di Italia, menulis di jurnal Foreign Policy.  Ia mengatakan, teroris domestik bukan mereka yang "gagal berintegrasi," melainkan sekelompok generasi muda Muslim yang terjepit antara penduduk pribumi dan kelompok elite Muslim Eropa dan memutuskan untuk "memberontak."

Maka terorisme, tulis Roy, bukan sebuah ekspresi radikal kaum Muslim, melainkan perlawanan generasi yang dilakukan oleh sekelompok pemuda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com