Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagian Besar Masjid di Myanmar Tertutup untuk Perempuan

Kompas.com - 30/06/2015, 19:56 WIB

YANGON, KOMPAS.com - Menjalankan ibadah shalat tarawih di masjid saat bulan Ramadhan merupakan kemewahan bagi para perempuan Muslim di Myanmar. Sebab, sebagian besar masjid tertutup bagi mereka. Jangankan untuk beribadah, masuk ke dalam masjid pun mereka tidak diizinkan.

Di Myanmar, masjid-masjid tertutup bagi perempuan tak hanya pada saat Ramadhan, tetapi juga pada bulan-bulan lainnya. Padahal di negara ini amat mudah menemukan masjid, terutama di ibu kota Yangon.

Hampir di setiap township atau setingkat dengan kecamatan memiliki masjid. Bahkan banyak juga township yang memiliki lebih dari satu masjid. Meski demikian, hanya segelintir masjid yang menerima jemaah perempuan.

U Aye Lwin, salah satu pemimpin Islamic Centre Myamar mengatakan jumlah masjid di Yangon lebih dari 100. Namun, yang terbuka bagi kaum hawa tak lebih dari enam masjid.

“Jangankan untuk shalat, hampir semua masjid di Myanmar bahkan tidak mengijinkan perempuan masuk. Para imam dan guru agama di sini memiliki ide yang konservatif ” jelas Aye Lwin.

Aye Lwin mengatakan ide Islam konservatif ini didapat dari India, tempat para imam dan guru agama di Myanmar belajar, yang menempatkan perempuan untuk beribadah di rumah.

"Mereka mengutip hadist yang berbunyi tempat terbaik bagi perempuan untuk shalat adalah di rumah,” jelas Aye Lwin.

Padahal, menurut Aye Lwin, di banyak tempat suci umat Islam seperti Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah, perempuan diizinkan masuk dan menjalan ibadah shalat di dalamnya.

“Meski mereka menyaksikan kondisi itu ketika bepergian ke tempat suci umat Islam dan beribadah Haji, tetap saja tak ada kondisi yang berubah di Myanmar,” jelas Aye Lwin,

Para perempuan pun, menurut dia, lebih banyak menerima ide tersebut meski mereka tahu di Mekah dan Madinah mereka diizinkan beribadah di dalam masjid.

Berasal dari India

Banyaknya imam dan ustad asal Myanmar yang menimba ilmu di India tak lepas dari faktor sejarah.

Myanmar pernah menjadi salah satu provinsi India di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Myanmar praktis tunduk kepada Inggris hampir 100 tahun, sejak 1823 sampai merdeka pada 1948.

Saat dijajah Inggris, para imigran dari India banyak berdatangan ke Myanmar, baik yang beragama Islam ataupun Hindu. Tradisi belajar agama di India pun masih dilakukan hingga kini.

Aye Lwin mengaku tak mudah mengubah pemahamam konservatif yang sudah melekat tersebut. Dia mengatakan butuh waktu bertahun-tahun dan alasan yang sangat kuat untuk mengubah pemahaman para imam dan pengurus masjid.

Tetapi Aye Lwin mengatakan perubahan pemahaman tersebut bukan mustahil, seperti yang dilakukan terhadap imam dan pengurus masjid yang berada di dekat kediamannya di pusat Kota Yangon.

“Mereka akhirnya dapat menerima ide tersebut, tetapi memang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan mereka agar mau membuka pintu bagi perempuan di masjid, tak mudah memang,” jelas dia.

Berbuka puasa di masjid

Pengalaman tak boleh masuk ke masjid juga dialami wartawan BBC Indonesia ketika berada di Yangon pada awal Ramadhan tahun ini. Penjaga pintu masjid sama sekali tak mengizinkan perempuan untuk masuk untuk menunaikan shalat.

Setelah ditolak masuk di beberapa masjid, akhirnya BBC Indonesia sampai di salah satu masjid yang berada di kawasan Pansondan Road. Seorang penjaga Masjid Petchampek meminta saya menuju ke salah satu pintu di depan bangunan Islamic Hall yang berada di sebelah masjid yang dijadikan ruang shalat bagi perempuan.

Di depan Islamic Hall tampak beberapa perempuan tengah berdiri di depan gerbang yang masih terkunci. Rupanya pintu gerbang hanya dibuka setengah jam menjelang waktu shalat. Para perempuan tersebut tampak menenteng sebuah keranjang belanja berbahan plastik yang berisi makanan dan buah-buahan.

“Kami akan di sini sampai buka puasa, dan langsung melakukan tarawih jadi bawa bekal makanan,” jelas Than Thim Mai, seorang jemaah perempuan dalam bahasa Inggris yang lancar.

Ketika pintu gerbang dibuka, para perempuan yang sebagian besar berusia di atas 50 tahun ini langsung menuju masjid dan berwudhu. Setelah berwudhu, seorang perempuan tampak mengeringkan wajahnya dengan handuk yang tergantung di jendela.

Mereka lalu memilih tempat sgalat di tempat paling depan. Tak seperti di Indonesia, para perempuan itu tak punya aturan saf. Dari sekitar 20 orang yang menjalankan shalat Ashar mereka memilih tempat sesukanya dan tak ada keharusan berdampingan dengan jemaah lain.

Bangunan yang dijadikan ruang shalat bagi perempuan ini beralaskan plastik. Di bagian depan ruang salat yang ditutup dengan tirai tampak tumpukan karung dan barang, kotor dan tak terawat.

Meski demikian, beberapa perempuan mengaku tidak mempermasalahkan kondisi bangunan, sepanjang mereka diizinkan untuk dapat beribadah di ‘masjid’ yang merupakan kesempatan langka bagi sebagian besar perempuan muslim di Myanmar.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com