Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/05/2015, 08:51 WIB

Cemas akan tertangkap, para agen dan makelar telah berhenti membawa muatan manusia. Dalam 3-4 hari terakhir, para kapten dan penyelundup telah meninggalkan kapal mereka, sebagian melompat ke perahu motor cepat mereka, meninggalkan para migran tanpa bahan bakar, makanan ataupun air minum, tutur mereka yang selamat kepada kantor berita Associated Press.

Dalam beberapa kasus, pengungsi Rohingya dan Banglades sukses mengendalikan kapal, membawa mereka sedekat mungkin dengan daratan dan kemudian berenang-renang ke tepian.

Selasa, sebuah perahu terlantar tak jauh dari Pulau Langkawi, Malaysia, dengan ratusan pengungsi Rohingya, sekitar 50 di antaranya perempuan, menurut Chris Lewa, direktur  lembaga nirlaba The Arakan Project.

Mereka mengatakan kepada Lewa via telepon bahwa kapten kapal mengabaikan mereka beberapa hari lalu, dan mereka membutuhkan pertolongan.

Tak lama setelah itu, ia mendengar suara sorak-sorai, dan orang-orang di kapal melihat sebuah perahu putih dengan lampu-lampu yang menyala. Ketika mereka menyadari pihak berwenang tidak datang untuk menyelamatkan mereka, seorang perempuan mulai menjerit.

"Oh! Saya dapat mendengar anak-anak menangis!" katanya kepada AP. "Ini mengerikan! Saya dapat mendengar mereka."

Sementara itu, Tan, dari lembaga penegakan maritim, mengatakan bahwa perairan di sekitar Langkawi akan dipatroli 24 jam sehari dengan delapan kapal.

Lebih dari 1.100 migran telah mendarat di pulau tersebut sejak Minggu, menurut Kementerian Dalam Negeri Malaysia. Dari jumlah tersebut, 486 di antaranya berasal dari Myanmar dan 682 dari Banglades. Seluruhnya terdapat 993 pria, 104 perempuan dan 61 anak-anak.

Untuk saat ini, para penyintas di pulau tersebut ditahan di dua tempat terpisah, perempuan dan anak-anak di gedung olahraga dan para lelaki di fasilitas lainnya. Tapi mereka akan dipindahkan ke sebuah pusat tahanan di bagian lain Malaysia.

Hasana, 15 tahun, berdiri dengan seorang anak perempuan lainnya di luar tempat tinggal sementaranya. Hasana kehilangan kedua orangtuanya saat ia masih kecil, dan ia mengatakan kepada neneknya ia tidak melihat ada masa depan baginya di Myanmar, di mana ia kesulitan untuk makan cukup sehari-harinya. Hasana kemudian memutuskan untuk bergabung dengan sekelompok teman yang ingin pindah ke Malaysia.

Ia membayar 200 dollar (Rp 2,6 juta) untuk menempuh perjalanan yang menyiksa dengan perahu. Ia bercerita tentang seorang pria yang dipukuli hingga babak belur karena meminta makan.

Melihat kekacauan yang terjadi, ia kini khawatir. "Apakah saya akan dikirim pulang?"

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com