Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecewa yang Tertinggal dari Kunjungan Jokowi...

Kompas.com - 28/11/2014, 07:11 WIB
Harry Bhaskara

Penulis

Yosi Agustiawan, dosen Unipdu Jombang  yang sedang menempuh studi di Brisbane, berpendapat mestinya KBRI juga menebarkan tawaran usulan melalui dunia maya sehingga komunitas Indonesia bisa urun rembuk bagaimana cara terbaik menyambut Jokowi.

“Seperti strong choices dari pemerintah Australia yang membuka usulan bagi siapa saja untuk mengatasi persoalan publik,” tutur Yosi merujuk pada sebuah situs web milik pemerintah Queensland.

Wahju Prijogo, mahasiswa tingkat doktoral di Universitas New England, memberikan juga contoh bagaimana mahasiswa Tiongkok mengatur penyambutan bagi Presiden Xi Jinping. "Perhimpunan mahasiswa mereka cukup melayangkan email ke semua mahasiswa yang ingin menyambut dengan memberikan jadwal presiden mereka dari hari ke hari,” tutur dia.


Kesan minimnya informasi juga menyebabkan banyak warga yang tadinya bahkan mengaku rela tidak masuk ke tempat pertemuan asal bisa melihat Jokowi sepintas lalu pun menjadi batal datang.

Bendera sudah siap, pengennya anak-anak ikut melambaikan bendera di luar ruangan di jalan masuknya Jokowi sang idola . . . tapi nanti terganjal security karena tak ada info KJRI/KBRI tamu tak diundang boleh 'nyerbu' di luar ruangan . . . ya ga jadi deh,” tutur Wenny Becks lewat jejaring media sosial.

Lulu Hendrie, wiraswastawan Indonesia yang mendampingi istrinya menyelesaikan studi S3 di Brisbane, merasa informasi tak sampai ini membuat masyarakat Indonesia di Brisbane seakan terbelah. “Seakan ada kelompok elite yang mendapat undangan, dan kelompok non-elite (yang tak diundan),” sebut dia.

Hati-hati

Noel Pranoto, manajer perusahaan tambang yang juga ketua Diaspora Indonesia di Queensland mengatakan dia baru tahu soal rencana kedatangan Jokowi di Brisbane hanya tiga hari sebelum pertemuan.

“Karena masih bersifat rencana, maka kegiatan ini belum disebarluaskan," kata Noel. "Barangkali ini yang kemudian dikatakan sebagai ‘rahasia’ padahal sebenarnya hanya ingin berhati-hati agar tidak menimbulkan kekecewaan warga Indonesia jika ternyata acara dibatalkan karena satu dan lain hal."

Menurut Noel, sedari awal juga sudah diberitahukan bahwa kapasitas gedung tempat pertemuan digelar itu sangat terbatas. Lokasi pertemuan hanya menampung sekitar dua ratusan orang. Karena itu, kata dia, tidak semua anggota masyarakat Indonesia di Brisbane dan sekitarnya dapat hadir.

Sepekan sudah lewat dari kunjungan Jokowi ke Brisbane, tetapi curahan kekecewaan masih terus muncul di media sosial. Fenomena ini menjadi tak mengherankan bila merujuk data Pemilu Presiden 2014 untuk Australia.

Data pemilu luar negeri untuk Australia mendapati 80 persen warga Indonesia di sana memilih Jokowi. Di antara para pemilih Jokowi ini pun ada orang-orang yang 10 tahun hingga 20 tahun tak pernah menggunakan hak pilihnya.

Dari suara yang bergema di media sosial itu, sebagian warga Indonesia di Australia menyatakan ingin menyambut Jokowi di tepi jalan yang dilewati rombongan Presiden, seperti halnya yang dilakukan warga China saat Presiden Xi  melintas. Namun, mereka tak tahu kemana harus pergi dan waktu yang tepat untuk itu.

Bila informasi itu tersebar dengan benar, bukan tak mungkin warga Indonesia menyambut Jokowi laiknya sambutan yang diberikan 16.000 warga India di Sydney untuk perdana menteri mereka, Narendra Modi, sehari setelah KTT G20.

Kalau saja 60.000 orang asal Indonesia di Australia tahu tentang jadwal kegiatan Jokowi di Brisbane, mungkin kekecewaan Alimin tak perlu terjadi. Kesempatan sekali seumur hidup itu bisa jadi sudah digenggam Alimin--juga oleh ribuan orang lain yang punya keinginan serupa dengannya--bukan malah kecewa yang tertinggal di Australia....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com