Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/01/2014, 19:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia, Jumat (24/1/2014), mengeluarkan tanggapan terkait film dokumenter "The Act of Killing" yang masuk nominasi Oscars dalam katagori film dokumenter terbaik.

Film yang mengupas pembantaian besar-besaran di Indonesia pada 1960-an itu ternyata dianggap memberikan citra buruk untuk Indonesia di mata komunitas internasional.

"Indonesia digambarkan sebagai sebuah negara yang kejam dan tak berhukum. Film itu menggambarkan pada 1960-an Indonesia sangat terbelakang. Itu tidak sesuai kenyataan," kata juru bicara kepresidenan Indonesia, Teuku Faizasyah.

"Harus diingat bahwa Indonesia sudah melalui sebuah reformasi. Banyak hal berubah. Persepsi satu orang seharusnya tidak terpengaruh hanya oleh satu film," tambah Faizasyah.

Faisazyah mengatakan banyak negara di dunia memiliki masa-masa kelam dalam sejarahnya, sehingga jangan terlalu mudah menghakimi sebuah negara.

"Kita ingat sejarah perbudakan di Amerika Serikat, diskriminasi suku Aborigin di Australia, pengeboman Vietnam oleh AS. Ada elemen kekerasan terhadap kemanusiaan dalam semua peristiwa itu," lanjut Faizasyah.

"Harus diingat kejadian di Indonesia itu terkait konteks perang dingin dan perang melawan komunisme," Faizasyah menegaskan.

Laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut pembunuhan massal pada 1960-an itu sebagai sebuah pelanggaran HAM serius dan sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Meski demikian, tak satu kelompokpun yang dimintai pertanggungjawabannya atas kebrutalan yang meluas mengincar sebagian besar pengikut komunis menyusul upaya kudeta yang gagal pada 1965.

Film "The Act of Killing" yang disutradai Joshua Oppenheimer itu berhasil membujuk beberapa orang yang terlibat dalam peristiwa itu untuk menceritakan kembali kejahatan yang mengerikan tersebut.

Tak hanya Indonesia yang "meradang", masuknya "The Act of Killing" dalam nominasi Oscars juga memicu kemarahan di China. Sebab, dalam film itu, komunitas warga keturunan China ikut menjadi korban pembantaian pada 1960-an itu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com