Salin Artikel

Membedah Mitos Ledakan Pesawat Luar Angkasa Challenger pada 33 Tahun Silam

Ketujuh orang tersebut, antara lain Francis "Dick" Scobee (komandan), Michael J Smith (pilot), Ronald McNair (astronot), Judith Resnik (astronot), Ellison Onizuka (astronot), Gregory Jarvis (payload specialist, perwakilan Hughes Space and Communications), dan Sharon Christa McAuliffe.

Gagalnya peluncuran Challenger ini juga menyebabkan Christa McAuliffe batal menjadi orang sipil pertama yang menjelajahi luar angkasa.

Saat itu, Christa terbang ke luar angkasa sebagai bagian dari program "Teacher in Space" yang diusulkan Presiden Amerika Serikat saat itu Ronald Reagen.

Peristiwa tersebut masih terbayang dalam ingatan rakyat Amerika Serikat, karena program Guru di Luar Angkasa diharapkan tak hanya mencetak sejarah, tapi juga menjadi inspirasi para murid.

Namun, ada sejumlah mitos yang perlu diungkap terkait ledakan pesawat Challenger pada 1986 silam. Berikut lima mitos di antaranya, dilansir dari National Geographic:

1. Pesawat meledak

Salah satu ingatan yang ada di benak banyak orang adalah pesawat Challenger meledak setelah diluncurkan dari Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida.

Namun, pesawat itu ternyata disebut tidak meledak. Kenyataan ini mungkin mengejutkan bagi orang yang melihat bahwa pesawat luar angkasa itu seperti hancur berkeping-keping.

"Menurut saya, asal mula mitos itu adalah pesawat itu tampak seperti meledak, dan media menyebutnya ledakan," ujar kurator National Air and Space Museum di Washington, Valerie Neal.

Sebelumnya, humas NASA saat peristiwa itu terjadi, Steve Nesbitt menyatakan bahwa pesawat itu meledak di angkasa.

Hasil penyelidikan yangd dilakukan komite khusus memang tak sesederhana pernyataan Valerie Neal.

Hasil investigasi menyebutkan bahwa terdapat keruntuhan pada tangki bahan bakar eksternal pesawat. Ini menyebabkan lepasnya semua hidrogen cair dan propelan oksigen cair.

Saat bahan kimia bercampur, maka terciptalah bola api besar di angkasa. Saat itu pesawat masih menempel pada roket, namun menjadi tak stabil.

"Pengorbit pesawat tetap berusaha untuk berada di jalur, namun beberapa kru merasakan ada sesuatu yang tidak beres di bawah," ujar Neal.

Setelah itu, pesawat melesat dengan ekor dan bagian mesin utama patah. Kedua sayap pesawat juga patah. Sedangkan kabin pesawat terpisah, terlontar hingga jatuh dan menabrak Samudra Atlantik.

Menurut Neal, para kru tidak langsung meninggal ketika pesawat ulang-alik terbelah.

Penyebab pasti kematian belum diketahui secara pasti. Namun, banyak ahli yang berpendapat bahwa ada kemungkinan para astronot dan dua payload specialist (orang yang mendapat pelatihan) di dalamnya masih hidup sampai kabin menghantam Samudra Atlantik dengan kecepatan sekitar 321 km/jam.

"Mereka masih terikat di kursi ketika mereka ditemukan.Kemungkinan bahwa kru kehilangan kesadaran karena kehilangan tekanan modul kru dalam penerbangan," ujar Neal.

3. Ditonton jutaan orang secara langsung

Sehari setelah tragedi meledaknya pesawat Challenger, media secara terus-menerus memberitakan dan menampilkan rekaman kecelakaan Challenger di jaringan televisi.

Menurut Neal, beberapa orang percaya bahwa peristiwa itu disiarkan secara langsung di televisi. Padahal, ada kemungkinan mereka melihat tayangan ulang dari peristiwa kecelakaan tersebut.

Sebagian besar jaringan televisi utama tidak menyiarkan secara langsung karena kecelakaan terjadi pukul 11.39 siang, saat orang-orang sedang bekerja.

Beberapa orang yang mengetahui peristiwa Challenger secara langsung terbilang cukup sedikit.

Ini disebabkan orang yang bisa menyaksikan siaran langsung hanya melalui parabola di saluran NASA, yang merupakan teknologi yang relatif sedikit dimiliki seseorang kala itu.

4. Kecelakaan disebabkan cuaca dingin

Dilaporkan juga bahwa salah satu penyebab kecelakaan pesawat Challenger, yakni cuaca dingin yang menyebabkan kegagalan O-Ring untuk menyegel sambungan solid rocket booster atau SRB joint.

Selain itu, cuaca dingin juga disebut sebagai penyebab kecelakaan akibat ditemukannya es yang menggantung dari menara peluncuran pesawat Challenger.

Namun, menurut investigasi dari petugas NASA, beberapa tahun kemudian diketahui bahwa penyebab utama kecelakaan adalah kebocoran pada SRB joint yang menyebabkan gas superpanas keluar dan membakar roket, sekaligus menyebabkan kehancuran badan pesawat.

5. Kursi pelontar

Mitos kecelakaan Challenger lainnya, yakni tidak adanya kursi pelontar dalam pesawat. Setelah tragedi itu, dikabarkan bahwa NASA langsung memesan kursi pelontar untuk dipasang pada pesawat luar angkasa.

Faktanya, kursi pelontar tidak akan menyelamatkan semua astronot di pesawat Challanger. Adanya kursi pelontar justru dinilai akan membahayakan awak pesawat.

Kursi pelontar berat dan tidak praktis, apalagi efek lontar yang menyerupai kembang api akan membahayakan awak pesawat Challenger.

Menurut Valerie Neal, kursi lontar hanya akan dipasang untuk komandan dan kopilot saja.

Selain itu, pasca-tragedi, NASA mengharuskan pesawat ulang-alik dilengkapi dengan sistem bail-out yang bisa digunkana saat keadaan darurat.

https://internasional.kompas.com/read/2019/01/28/19072341/membedah-mitos-ledakan-pesawat-luar-angkasa-challenger-pada-33-tahun

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke