Salin Artikel

8 Perempuan Hebat di Balik Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia...

Pada 10 Desember 1948, Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berkumpul di Paris, Perancis. Mereka saling tukar pikiran mengenai perkembangan hak asasi manusia.

Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang tiap tahunnya diperingati menjadi Hari HAM Sedunia.

Tak hanya lelaki, ada juga perempuan yang berperan penting sehingga deklarasi ini bisa dicetuskan. Setidaknya, terdapat delapan perempuan hebat yang berperan dalam pembentukan deklarasi tersebut.

Berikut ulasan Kompas.com, dilansir dari situs PBB, www.un.org:

1. Eleanor Roosevelt

Dia merupakan Ibu Negara Amerika Serikat dari 1933 hingga 1945.  Eleanor Roosevelt diangkat pada 1946 sebagai delegasi AS ke Majelis Umum PBB oleh Presiden Amerika Serikat Harry S Truman.

Eleanor Roosevelt menjabat sebagai Ketua Komisi Hak Asasi Manusia pertama dan memainkan peran penting dalam menyusun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Pada saat meningkatnya ketegangan Timur-Barat, Eleanor Roosevelt menggunakan prestise dan kredibilitasnya yang sangat besar dengan dua negara adidaya untuk mengarahkan proses perancangan ke arah penyelesaian melalui dialog.

Pada 1968, ia secara anumerta dianugerahi Penghargaan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Hansa Mehta

Hansa Mehta berasal dari India. Dia merupakan delegasi perempuan di Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada 1947-1948.

Mehta merupakan seorang pejuang yang gigih untuk hak-hak perempuan di India dan dikenal juga di luar negeri.

Dia memberikan wawasan bahwa "Semua manusia dilahirkan bebas dan setara" dalam Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

3. Minerva Bernadino

Dia adalah seorang diplomat dan pemimpin feminis dari Republik Dominika. Minerva Bernardino merupakan wanita yang gencar memperdebatkan dimasukkannya "persamaan laki-laki dan perempuan" dalam Pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Bersama dengan perempuan Amerika Latin lainnya, yaitu Bertha Lutz dari Brasil dan Isabel de Vidal dari Uruguay, mereka memainkan peran penting dalam mengadvokasi inklusi hak-hak perempuan dan non-diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam Piagam PBB.

4. Begum Shaista Ikramullah

Dia adalah delegasi Komite Ketiga Majelis Umum pada masalah sosial, kemanusiaan dan budaya. Pada tahun 1948, komite ini menghabiskan 81 pertemuan membahas rancangan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Begum Shaista Ikramullah dari Pakistan menganjurkan untuk penekanan pada kebebasan, kesetaraan dan pilihan dalam deklarasi.

Dia memperjuangkan masuknya Pasal 16, tentang hak-hak yang sama dalam pernikahan, yang ia lihat sebagai cara untuk memerangi pernikahan anak dan kawin paksa.

5. Bodil Begtrup

Dia adalah Ketua Sub-Komisi Status Perempuan pada tahun 1946, dan kemudian Komisi Status Perempuan pada 1947.

Bodil Begtrup yang berasal dari Denmark menganjurkan Deklarasi Universal HAM PBB untuk menyebut "semua" atau "semua orang" sebagai pemilik hak asasi.

Dia juga mengusulkan hak-hak minoritas dalam Pasal 26 tentang hak atas pendidikan, tetapi ide-idenya dianggap terlalu kontroversial saat itu.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tidak menyebutkan secara eksplisit hak-hak minoritas, tetapi menjamin hak yang sama bagi semua orang.

6. Marie-Helene Lefaucheux

Dia adalah Ketua Komisi Status Perempuan pada 1948. Marie-Hélène Lefaucheux dari Perancis berhasil mengadvokasi penyebutan non-diskriminasi berdasarkan jenis kelamin untuk dimasukkan dalam Pasal 2.

Dia memberikan gagasannya untuk memfokuskan pada kebebasan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran atau status lainnya.

7. Evdokia Uralova

Evdokia Uralova berasal dari Rusia. Dia merupakan Pelapor Komisi tentang Status Perempuan kepada Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1947. Dia dengan kuat memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan.

Berkat dia, Pasal 23 menyatakan bahwa "Setiap orang, tanpa diskriminasi apa pun, memiliki hak untuk mendapatkan upah yang setara untuk pekerjaan yang setara."

Bersama dengan Fryderyka Kalinowska dari Polandia dan Elizavieta Popova dari Republik Sosialis Uni Soviet, ia juga menekankan hak-hak orang di Wilayah Non-Pemerintahan Sendiri.

8. Lakshmi Menon

Lakshmi Menon, merupakan delegasi India untuk Komite Ketiga Majelis Umum pada tahun 1948.

Dirinya berpendapat dengan tegas untuk pengulangan non-diskriminasi berdasarkan jenis kelamin di seluruh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta untuk menyebutkan "persamaan hak antara pria dan wanita" dalam pembukaan.

Dia juga seorang advokat vokal dari "universalitas" hak asasi manusia, sangat menentang konsep "relativisme kolonial" yang berusaha untuk menolak hak asasi manusia untuk orang-orang di negara-negara di bawah pemerintahan kolonial.

https://internasional.kompas.com/read/2018/12/10/13574471/8-perempuan-hebat-di-balik-deklarasi-universal-hak-asasi-manusia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke