Salin Artikel

Pemilu Malaysia, Pertarungan Dua Raksasa Politik Semenanjung Malaya

Razak (65), sang petahana, menghadapi pemilihan umum keduanya selama menjadi perdana menteri. Pemilu ini juga menjadi yang pertama pasca-skandal finansial 1MDB yang memicu kisruh politik di Malaysia pada 2015.

Pada Selasa malam, di kota Pekan, Negara Bagian Pahang, tempat dia mempertahankan kursi parlemennya sejak berusia 23 tahun, Razak mengumumkan serangkaian insentif yang akan diberikan jika koalisi Barisan Nasional (BN) yang dipimpinnya memenangkan pemilu.

Beberapa insentif yang ditawarkan Razak antara lain pembebasan pajak bagi warga di bawah usia 26 tahun dan warga gratis menggunakan jalan tol selama lima hari sebelum dan sesudah Idul Fitri.

Saat pidato Razak itu disiarkan langsung televisi nasional, Mahathir Mohamad (92) lebih memilih menggunakan media sosial untuk menyampaikan pesan-pesan kepada para pendukungnya.

Mahathir menggunakan Facebook Live dari pulau wisata Langkawi untuk menyampaikan visi misinya kepada 15 juta warga pemilik suara.

Politisi gaek ini berharap membuat sebuah kejutan dan kembali ke tampuk kekuasaan yang sudah ditinggalkannya sejak 15 tahun lalu.

Lewat media sosial, Mahathir menyerukan agar warga Malaysia, terutama para pemilik suara, tidak terbuai janji insentif yang disampaikan Najib Razak.

"Suap tak akan bertahan lama. Dalam waktu singkat, uang yang digunakan untuk menyuap akan habis. Jangan korbankan negara demi uang dalam jumlah kecil," kata politisi senior itu.

Kampanye terakhir kedua politisi itu menandai dimulainya pemilihan umum yang oleh banyak pihak diperkirakan Najib masih mampu mempertahankan kekuasaan meski mendapat tantangan  cukup berat.

Berdasarkan hasil survei yang dirilisi Merdeka Centre for Opinion Research pada Selasa (8/5/2018), koalisi BN mengalami penurunan suara dan hanya diperkirakan bakal menuai suara sebanyak 37,4 persen.

Angka ini turun cukup tajam dibanding pemilihan umum 2013, yang kala itu BN masih mampu meraup 47,4 suara pemilih.

Lembaga survei ini juga menyebut BN akan mendapatkan setidaknya 100 kursi parlemen, sedangkan Pakatan memperoleh 83 kursi, dan 37 kursi sisanya masih berpotensi diperebutkan.

Pakar politik dari Universitas Malaya, Profesor Awang Azman Pawi, mengatakan, pemilihan umum kali ini diyakini sebagai pemilu paling kompetitif sepanjang sejarah negeri tersebut.

Sementara peneliti BowerGroup Asia yang berbasis di Kuala Lumpur, Asrul Hadi Abdullah, menegaskan, isu-isu ekonomi akan menjadi penentu dalam pemilihan umum kali ini.

Meningkatnya biaya hidup, kekesalan terhadap besaran pajak, dan ketidakseimbangan anggaran pembangunan di berbagai negara bagian menjadi bahan utama kampanye tahun ini.

Mahathir menjanjikan penghapusan pajak barang dan layanan (GST) sebesar 6 persen yang banyak dikeluhkan warga. Jika menang, Mahathir akan menghapuskan pajak ini dalam 100 hari pertama pemerintahannya.

Namun, di sisi lain, pajak yang dikeluhkan ini menghasilkan 18,3 persen dari 60 miliar dolar AS pendapatan Malaysia.

Sementara Najib mengatakan, menerapkan GST adalah keputusan terberat yang dibuatnya selama memerintah Malaysia.

Dia mengatakan, pemberlakuan pajak GST pada 2015 dilakukan demi mencegah perekonomian negeri yang bergantung pada hasil migas ini mengalami resesi di saat harga minyak dunia jatuh.

Selain masalah-masalah ekonomi, pemilu kali ini menjadi ajang "duel" dua raksasa politik Malaysia, terutama saat Mahathir mengumumkan siap turun gunung dan kembali ke dunia politik.

Sebenarnya bukan kali ini saja Mahathir terlibat dalam politik setelah tak berkuasa.

Pada 2009, enam tahun setelah menyerahkan kekuasaan kepada PM Abdullah Badawi, Mahathir justru menjadi otak penggulingan Badawi yang disebutnya terlalu lunak untuk menjadi pemimpin nasional.

Badawi jatuh, datanglah Najib Razak, anak sulung PM kedua Malaysia Abdul Razak, yang juga menjadi salah satu mentor politik Mahathir pada 1970-an.

Kini, para analis berspekulasi terkait alasan utama Mahathir memutuskan kembali terjun ke dunia politik di masa senjanya. Namun, bagi Mahathir alasannya sudah amat jelas.

Bagi Mahathir, kembalinya dia ke dunia politik adalah untuk menumbangkan "si pencuri" Najib dari pucuk kekuasaan.

Bahkan, demi mendapatkan dukungan, Mahathir berdamai dengan Anwar Ibrahim, pemimpin oposisi yang kini dipenjara dan dikenal sebagai musuh bebuyutan sang mantan perdana menteri.

"Mahathir telah membuktikan tekadnya untuk tujuan ini. Dia sudah mengorbankan waktu dan energinya untuk rakyat dan negara," ujar Anwar, mantan wakil perdana menteri yang dipenjara enam tahun setelah dipecat Mahathir pada 1998.

Setelah bebas dari penjara pada 2004, Anwar menggalang persatuan kelompok oposisi dan memberikan pukulan cukup keras terhadap BN pada pemilu 2008 dan 2013.

Anwar Ibrahim akan bebas dari penjara pada Juni mendatang, setelah pada 2015 untuk kedua kalinya dijebloskan ke penjara di masa pemerintahan Najib Razak.

Dalam hal ini, Mahathir, saat berkampanye, mengakui dia adalah seorang diktator, tetapi tak pernah mencuri uang negara seperti dilakukan Najib.

Untuk melawan sang senior, Najib mengandalkan kemajuan ekonomi Malaysia. Dia mengklaim sudah menciptkan 2,7 juta lapangan kerja sejak berkuasa pada 2009.

Selain itu, pendapatan nasional Malaysia juga meningkat 50 persen dalam periode yang sama. Najib juga mengklaim sudah melakukan banyak hal untuk para pemuda, perempuan, dan masyarakat pedesaan.

Pakar politik Awang Azman mengatakan, dalam berbagai kampanye yang digelar oposisi, ribuan orang hadir mendengarkan pidato Mahathir Mohamad. Namun, BN sama sekali tak terlihat cemas.

"Kekuatan BN bukan mengumpulkan massa dalam jumlah besar di saat kampanye. Namun, mereka berkampanye dari rumah-rumah," ujar Awang.

https://internasional.kompas.com/read/2018/05/09/10422101/pemilu-malaysia-pertarungan-dua-raksasa-politik-semenanjung-malaya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke