Salin Artikel

Korban Kekerasan di Zimbabwe Menanti Maaf dari Mnangagwa

Terlihat seperti suasana yang menyenangkan, namun sebenarnya mereka bermain di lokasi pembunuhan massal di Zimbabwe.

34 tahun yang lalu, di halaman itu, di distrik Tsholotso, prajurit menembak mati tujuh orang guru pada jarak dekat dan membuang mereka ke dalam lubang, saat kekerasan Gukurahundi pada 1980-an terjadi.

Setidaknya, 20.000 orang terbunuh ketika presiden Zimbabwe kala itu, Robert Mugabe, mengaktifkan operasi militer untuk menghadang pergerakan lawannya, PF-ZAPU.

Saat itu, pemegang kursi menteri pertahanan adalah presiden Zimbabwe sekarang, Emmerson Mnangagwa.

Dia dikenal sebagai "buaya" karena kecerdikannya menggantikan posisi Mugabe pada bulan lalu. Mugabe, yang menguasai Zimbabwe selama 37 tahun, dilengserkan setelah militer mengambilalih pemerintahan.

Penduduk di Matabeleland berpendapat negaranya tak dapat maju tanpa mengakui dan menebus kejahatan masa lalu.

Jane Malazi, warga Tsholotso, menceritakan kekejaman itu dan dia harus menyaksikan kakaknya yang berusia 14 tahun diperkosa. Pamannya juga tewas dalam konflik tersebut.

"Peristiwa itu sangat menyakitkan, bahkan saat aku menceritakannya, rasa sakitnya masih terasa," katanya.

"Mereka yang melakukan kekejaman itu harus datang dan minta maaf kepada kami, atau tak akan ada yang berubah," tambahnya.

Sementara itu, Mlomo Sibanda, penyintas dari pembunuhan massal Gukurahundi, tak yakin Mnangagwa akan meminta maaf.

"Prajurit meminta semua orang di desa ini untuk datang ke tempat ini dan menggali lubang untuk kakus," katanya sambil memperlihatkan kuburan di mana ketujuh guru yang ditembak mati tentara dimakamkan.

"Kami sama sekali tak tahu kalau kami menggali sebuah makam," ucapnya.

Pasukan tentara meminta para guru untuk berbaris di dalam lubang itu, sebelum ditembak mati. Mereka dibunuh karena dituduh menjadi bagian dari pemberontakan.

Tidak ada angka pasti yang dikeluarkan pemerintah terkait angka kematian jumlah penduduk sipil yang terbunuh dalam rangkaian pembunuhan massal. Namun, peristiwa itu terjadi pada 1983-1987.

Mnangagwa menyangkal semua tuduhan terhadapnya terkait pembunuhan massal tersebut.

Dalam pelantikannya, Manangagwa berjanji akan menciptakan lapangan kerja, mengganti uang petani yang lahannya dirampas, dan memberantas korupsi.

Dia juga berjanji akan mengadakan pemilihan presiden pada tahun depan.

Kembali ke desa yang dipenuhi dengan semak-semak, Sibanda, seorang pria yang berasal dari sekolah Tsholotsho, menundukkan kepalanya dan berdoa di depan batu nisan yang tertulis 23 nama orang, yang dikunci di dalam rumah dan dibakar hidup-hidup.

Dia meminta pertolongan dan kenyamanan. Kata-katanya membawa kemarahan dan kesakitan puluhan ribu orang yang terluka.

https://internasional.kompas.com/read/2017/12/11/15044521/korban-kekerasan-di-zimbabwe-menanti-maaf-dari-mnangagwa

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke