Salin Artikel

Setelah 50 Tahun, Apa yang Membuat ASEAN Tetap Bertahan?

Didirikan lewat Deklarasi Bangkok, 8 Agustus 1967, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) berkembang dari lima negara menjadi sepuluh negara saat ini.

Dalam deklarasi 50 tahun yang lalu itu, lima menteri luar negeri hadir sebagai deklarator. Mereka adalah Adam Malik (Indonesia), Narsisco Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).

Brunei Darussalam adalah negara pertama di luar negara deklarator yang bergabung ke ASEAN. Brunei menjadi anggota ASEAN seminggu setelah kemerdekaannya, 7 Januari 1984.

Menyusul kemudian adalah Vietnam (23 Juli 1995), Laos dan Myanmar (23 Juli 1997), dan Kamboja (30 April 1999).

(Baca Juga: Presiden Jokowi Hadiri Pembukaan KTT ke-30 ASEAN di Manila)

Bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan anggota; memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regional; serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai, ASEAN mulai merasakan hasilnya.

ASEAN berkontribusi untuk kecepatan upaya  peningkatan standar hidup warganya.

Dari sekitar 620 juta penduduk ASEAN, lebih dari separuhnya saat ini menikmati status sebagai kelas menengah dengan daya beli kuat.

ASEAN mendapat keuntungan dari relokasi sejumlah industri skala global yang sekaligus menciptkan pasar barang-barang impor.

Volume perdagangan ASEAN mencapai 2,6 triliun dollar AS, sementara Foreign Direct Investment sekitar 130-150 miliar dollar AS per tahun.

ASEAN yang proaktif

Perkembangan dan catatan angka-angka ini menggembirakan. Namun, tantangan tidak surut karena kesediaan, kemampaun, dan kesiapan ASEAN yang telah teruji setengah abad ini memanggil untuk peran yang lebih besar.

“ASEAN Way yang dikenal pasif di separuh abad perjalanan perlu lebih proaktif untuk menghadapi tantangan-tantangan baru,” ujar Surin Pitsuwan, mantan Sekjen ASEAN dan mantan Menteri Luar Negeri Thailand dalam ASEAN Media Forum di Manila, Jumat (4/8/2017).

Surin menyebut, multilateralisme dan globalisasi merupakan kecenderungan jaman yang melingkupi lahirnya ASEAN. Dalam kredo mulitilateralisme seperti Uni Eropa dan APEC, ASEAN dilahirkan.

Terhadap globalisasi yang dibawa negara-negara maju, masing-masing anggota ASEAN berdialog dan bersiasat. Dalam tekanan globalisasi itu, keuntungan masing-masing negara diraih.

Perubahan aturan main

Situasi ini membuat gerah negara-negara maju yang awalnya dominan dan mengancam dengan globalisasai. Mereka tidak tinggal diam. Sejumlah perubahan dilakukan untuk menata ulang aturan permainan.

Dalam dunia yang terus berubah ini, bagaimana ASEAN akan bisa terus bertahan?

Surin menyebut ASEAN perlu makin bersatu dan melekat satu sama lain. Terhadap setiap komitmen, 10 negara anggota ASEAN wajib mengimplementasikan seluas-luasnya agar berkontribusi baik bagi semua anggota.

Piagam ASEAN 2007 dan cetak biru Komunitas ASEAN adalah komitmen yang butuh wujud nyata. Komunitas global menunggu-nunggu hal ini.

Sukses masing-masing anggota ASEAN adalah bagaimana meningkatkan kontribusi untuk tingkat regional bukan pada banyaknya barang yang diproduksi atau yang dikumpulkan.

Untuk itu, rasa kepemilikan di antara anggota ASEAN perlu dipertebal. Kesiapan dana untuk mengatasi krisis perlu diwujudkan. Jika ada anggota yang mengalami krisis, dana bersama bisa dipakai tanpa harus meminta-minta ke Washington misalnya.

Selain bersatu dan seling melekat, definisi ASEAN untuk pengelolaan keamanan perlu diperluas.

ASEAN perlu meninjau politik dan kesejahteraan sebagai masalah keamanan di luar keamanan wilayah yang makin rapuh di dunia yang terus berubah.

Untuk urusan politik dan kesejahteraan ini, negara-negara ASEAN akan lebih baik jika mendengarkan suara dan keprihatinan warganya masing-masing.

Sebagai organisasi yang “berorientasi pada warga”, prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia adalah pegangan yang tepat bagi negara ASEAN untuk melangkah ke depan.

Di masa lalu, ASEAN lebih banyak digerakkan  pemimpin politik dan diplomat. Semangat jaman ini mengharuskan warga dari semua tingkatan masyarakat  berpartisipasi dan berperan menentukan masa depan ASEAN.

ASEAN ke depan membutuhkan kepemipinan kolektif dalam iklim demokrasi yang sedang tumbuh di masing-masing negara.

Demokrasi yang efektif menjadi pilihan kepemimpinan. Tidak ada jalan lain untuk menemukan kepemimpinan macam itu selain melalui proses yang demokratik. Surin menyebutnya sebagai demokratik partisipatoris.

Ancaman ISIS

Disinggung juga soal ancaman teror di ASEAN dari anggota atau simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Pendudukan Kota Marawi di Filipina adalalah bukti ancaman itu.

Terhadap ancaman ini, pendapat Wakil Presiden Jusuf Kalla dijadikan rujukan. Sejauh ada mobilitas sosial dan peluang untuknya dibuka, ancaman teror di ASEAN bisa diredam.

Mobilitas sosial itu membuat warga ASEAN memiliki bakyak akses untuk meraih masa depan. 

Dalam perasaan kepemilikan yang penuh, partisipasi aktif dan kontribusi yang bermanfaat dari semua warga, ASEAN siap menapaki jalan yang telah disusun para pendiri untuk 50 tahun berikutnya.

Selamat ulang tahun ke-50 ASEAN.

https://internasional.kompas.com/read/2017/08/08/06301891/setelah-50-tahun-apa-yang-membuat-asean-tetap-bertahan-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke