Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

32 Bocah Tewas Terpanggang Sepulang Ibadah Minggu, Kolombia Tiga Hari Berkabung

Kompas.com - 20/05/2014, 04:43 WIB

BOGOTA, KOMPAS.com -- Kolombia meradang setelah bus yang terbakar pada Minggu (18/5/2014) menewaskan 32 bocah yang baru pulang dari ibadah minggu. Tiga hari berkabung diterapkan dan selama masa perkabungan warga dilarang meminum minuman beralkohol.

Para saksi mengatakan, bus terbakar ketika sopir itu mengisi bahan bakar dari jeriken bensin. Para bocah yang tewas terbakar adalah anak-anak berusia antara tiga sampai 12 tahun yang baru pulang dari ibadah Minggu di kota kecil di utara Kolombia, Fundacion. Sopir bus ini pun kehilangan dua anaknya dalam kebakaran itu.

Wali Kota Fundacion, Luz Stelaa Duran, mengatakan, 20 anak juga masih dirawat di rumah sakit. Sebagian besar korban luka mengalami luka bakar derajat dua atau tiga. Rekaman video memperlihatkan warga kota sudah berupaya membantu petugas pemadam kebakaran memadamkan bus yang terbakar itu.

Seorang ayah terlihat memukuli bangkai bus yang hangus dan bertahan berlutut di sana sampai ditarik paksa oleh warag. Akibat tragedi ini, warga Kolombia mengibarkan bendera putih di depan jendela rumah. Wali Kota Fundacion menyatakan tiga hari berkabung dan selama hari perkabungan ini warga dilarang meminum alkohol.

Presiden Kolombia Juan Manuel Santos bergegas mendatangi kota ini dan menyatakan penyelidikan berlangsung di tengah derasnya celaan bahwa kecelakaan ini merupakan bukti buruknya penegakan keselamatan transportasi di negara itu.

Para petugas menarik tubuh-tubuh hangus dari dalam bus dan membawa jasad-jasad kecil itu ke kantor pemeriksa medis di ibu kota wilayah Barranquilla untuk identifikasi.

Sopir sempat kabur

Sopir bus ini sempat kabur begitu kebakaran tak teratasi. Dia menyerahkan diri ke kepolisian setelah warga melempari rumahnya dengan batu. Kantor kejaksaan menyatakan, sopir ini tak memiliki SIM.

Menteri Transportasi Kolombia Cecilia Alvarez mengatakan, bus yang terbakar juga tak punya izin operasi sejak 2012. "Ini adalah kendaraan ilegal yang juga tidak memiliki asuransi transportasi," kata dia kepada radio RCN. Dia mengatakan, penyelidikan mengarah pada delik kelalaian sopir.

Sopir, imbuh Alvarez, diduga menggunakan bensin selundupan untuk mengisi bahan bakar bus. Seorang bocah perempuan berusia 11 tahun yang kehilangan dua saudaranya dalam kebakaran itu mengatakan, sopir meninggalkan bus untuk mengisi bahan bakar, sementara para penumpangnya tetap berada di dalam bus.

"Percikan terbang," kenang bocah itu. "Saat itu sopir pergi untuk mendapatkan air dan dia pergi." Bocah itu pun bertutur dia memecahkan jendela bus untuk menyelamatkan adiknya. "Tapi aku tak bisa menyelamatkan dua saudaraku yang lain."

Tragedi ini menjadi isu politik menjelang pemilu presiden yang akan berlangsung pada Minggu (25/5/2014), dengan Santos akan kembali mencalonkan diri untuk periode kedua. Kandidat dari kubu kiri, Clara Rojas, mengatakan, tragedi ini sebagai pertunjukan keterbelakangan negara.

"Ini bukan hanya tanggung jawab sopir. Ini juga soal kurangnya pengawasan dan kehadiran pihak berwenang," kecam Rojas. Kemarahan warga Kolombia pun mewarnai linimasa Twitter.

Menyikapi tragedi ini, Santos langsung memerintahkan otoritas nasional untuk turun tangan memastikan kendaraan tak layak jalan tak lagi digunakan, mengambil alih tugas yang biasanya merupakan tanggung jawab petugas kota. Santos menyatakan, pemerintah akan melakukan segala cara untuk memastikan tragedi ini tak terjadi lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com