Nama OPCW, tulis AP pada Jumat (11/10/2013), menjadi sorotan lantaran lembaga yang bernaung di bawah Dewan Keamanan (DK) PBB itu tengah bertugas untuk memusnahkan senjata kimia Suriah. OPCW berbasis di Den Haag, Belanda.
Catatan menunjukkan, OPCW berdiri pada 1997. Tugas lembaga ini adalah mengejawantahkan amanat Konvensi tentang Senjata Kimia yang diteken pada 13 Januari 1993.
OPCW memunyai tenggat hingga semester pertama 2014 untuk membantu Suriah memusnahkan senjata kimianya. Hingga kini, OPCW sudah menugaskan 30 pakar senjata kimianya ke Damaskus.
Di belakang layar
Kerja OPCW memang acap di belakang layar, meski di belakang OPCW sudah ada 190 negara yang meneken konvensi itu. Secara rinci, tugas OPCW melakukan inspeksi sekaligus membantu negara-negara memusnahkan persenjataan kimia mereka.
Seluruh kerja OPCW menjadi laporan pengambilan keputusan DK PBB. Makanya, secara resmi, OPCW memang tak pernah tampil di muka publik. Semuanya di bawah bendera DK PBB.
Konvensi itu sendiri dengan tegas melarang pembuatan, penyimpanan, sekaligus penggunaan senjata kimia. Contoh senjata kimia yang terkena larangan ini adalah gas sarin.
Di antara penandatangan konvensi, hanya Israel dan Myanmar yang belum meratifikasi peraturan itu di parlemen masing-masing. Lalu, Taiwan yang berhasrat meratifikasi terganjal penolakan PBB atas status.
Lalu, di antara para peneken itu, Iran mendapat tudingan menyimpan senjata kimia ilegal. Sebaliknya, AS dan Rusia malahan emoh menghancurkan senjata kimia mereka.
Problem mendesak OPCW memang mendapat batu sandungan dari anggotanya sendiri. Padahal, seluruhnya sudah seiya sekata bakal memusnahkan senjata kimia sejak 2000 silam.