WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Untuk kali kedua dalam kurang dari enam bulan, pesawat Boeing 737 Max 8 jatuh selang beberapa menit setelah lepas landas dan menewaskan semua penumpang.
Lalu, timbul pertanyaan baru tentang keamanan model pesawat yang dianggap penting bagi rencana masa depan perusahaan raksasa AS tersebut.
Diwartakan AFP, pesawat 737 Max 8 yang dioperasikan Ethiopian Airlines jatuh sehingga menewaskan 157 penumpang dan 8 kru.
Pesawat itu sama dengan Lion Air yang jatuh pada Oktober 2018 dan merenggut 189 nyawa.
Baca juga: Ethiopian Airlines Jatuh, Jenis Pesawatnya Sama dengan Lion Air JT 610
Sejauh ini, hanya data penerbangan dan percakapan kokpit yang tersedia dalam dua kotak hitam pesawat yang dapat menyajikan bukti nyata mengenai kemungkinan penyebab kecelakaan, apakah memang masalah teknis, kesalahan pilot, atau kombinasi keduanya.
"Pilot mengalami kesulitan dan ingin kembali ke bandara. Dia sudah diberi izin (untuk balik)," kata CEO Ethiopian Airlines Tweolde GebreMariam.
Pesawat Ethiopian Airlines ET 302 jatuh di kota Bishoftu ketika kondisi cuaca sedang bagus.
Direktur Aerospace & Defense Market Analysis Michel Merluzeau mengatakan, jenis pesawat dan pilot memberi sinyal karena mengalami masalah menjadi kesamaan antara dua insiden yang berbeda.
Kecelakaan Ethiopian Airlines menjadi pukulan besar bagi Boeing, dengan model Max sebagai versi terbaru dari Boeing 737 yang terlaris sepanjang masa.
Boeing 737 Max telah menjadi pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarah Boeing. Lebih dari 4.500 pesawat telah dipesan oleh 100 operator berbeda secara global.
"Max adalah program yang sangat penting bagi Boeing pada dekade berikutnya," ujar Merluzeau.
Baca juga: Dunia Bersatu dalam Duka atas Tragedi Jatuhnya Pesawat Ethiopian Airlines
"Ini adalah alat penting untuk transportasi dan perdagangan global," ujarnya.
Dia mengatakan 24 jam ke depan menjadi kunci bagi Boeing untuk mengelola krisis dengan menghadapi para pelancong dan investor yang khawatir tentang keandalan pesawatnya.
Sementara itu, laporan BBC menyebutkan Komite Keselamatan Transportasi Nasional Indonesia mengindikasikan, penerbangan Lion Air JT 610 mengalami masalah dari salah satu sensor yang dirancang untuk memperingatkan pilot jika pesawat berisiko kehilangan daya angkat.