Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpidana Mati di AS Ini Sudah 7 Kali Alami Penundaan Eksekusi

Kompas.com - 04/11/2016, 18:09 WIB

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Seorang terpidana mati yang seharusnya menjalani eksekusi dengan menggunakan suntikan maut di negara bagian Alabama, Kamis (3/11/2016) malam, batal dieksekusi.

Pembatalan yang merupakan perintah Mahkamah Agung AS di Washington DC itu adalah yang ketujuh kalinya dialami Thomas Arthur (74).

Thomas Arthur dijadwalkan menjalani eksekusi pada pukul 18.00 di lembaga pemasyarakatan Altmore, Alabama, setelah beberapa dekade menunggu.

Dia divonis bersalah pada 1982 setelah terbukti membunuh suami majikannya.

Hakim Agung Clarence Thomas menerbitkan perintah penangguhan eksekusi pada Kamis pukul 22.30. Penundaan eksekusi ini dilakukan agar hakim Thomas bisa menimbang kasus itu.

Penundaan berlaku hingga hakim Thomas atau hakim lainnya membuat keputusan baru. Demikian keterangan yang tercantum dalam dokumen pengadilan.

Beberapa saat sebelum tengah malam, Mahkamah Agung AS mengabulkan permohonan penangguhan eksekusi yang diajukan Arthur. Demikian dilaporkan harian The Washington Post.

Penangguhan itu berlaku hingga semua hakim agung memutuskan apakah mereka akan mempertimbangkan kembali kasus Arthur atau tidak.

Jika para hakim agung memutuskan tidak akan menangani kasus Arthur lagi, maka penundaan eksekusi berakhir dan sang terpidana akan menjalani eksekusi.

Para kuasa hukum Arthur mengatakan bahwa obat yang digunakan dalam campuran suntikan maut di Alabama yaitu midazolam menghasilkan "efek menyiksa".

Kesimpulan itu diambil setelah campuran obat serupa digunakan dalam tiga eksekusi mati yang ketiganya berlangsung tak lancar.

Para kuasa hukum juga mengajukan permohonan ini berdasarkan fakta bahwa hukuman mati Arthur diberikan dengan menggunakan rekomendasi juri yang tak mutlak.

Pada Januari lalu, Mahkamah Agung AS memutuskan proses eksekusi hukuman mati di Florida, serupa seperti yang terjadi di Alamaba, melanggar konstitusi karena memberi kuasa terlalu besar kepada hakim dalam menjatuhkan vonis.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com