Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Thailand Dapat "Momen Memalukan" di Dewan HAM PBB

Kompas.com - 12/05/2016, 11:08 WIB

GENEVA, KOMPAS.com — Pemerintah Thailand menghadapi “momen memalukan” ketika Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali menyoroti kasus-kasus pelanggaran HAM-nya.

Tindakan keras terjadi ketika pemerintah militer Thailand mempersiapkan diri untuk menerapkan konstitusi militer, yang secara luas dikritik di dalam dan luar negeri.

Dewan HAM PBB membahas kembali rekam jejak pelanggaran HAM di Thailand pada pertemuan Universal Periodic Review, UPR, dalam sesi akhir yang akan rampung pada Jumat (13/5/2016) di Geneva, Swiss.

Junta militer Thailand menguasai pemerintahan dalam kudeta pada Mei 2014, dengan alasan langkah itu untuk mengakhiri putaran kerusuhan pahit akibat konflik politik.

Konflik itu berlangsung panjang yang menyandera Thailand sejak 2006 ketika militer menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.

Kelompok-kelompok pegiat HAM menuding junta Thailand telah menancapkan kekuasaannya dan juga menekan hak-hak warga dalam beberapa tahun ini.

Pemerintahan junta memenjarakan para aktivis mahasiswa, pegiat sosial, dan para kritikus. Hukum yang diperkenalkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Jenderal Prayut Chan-ocha.

Thailand, Rabu (11/5/2016), juga membela diri soal upayanya mengekang kebebasan berekspresi terkait kajian Dewan HAM PBB itu dengan langkah itu untuk “yang membangkitkan kekerasan”.

Di tengah penahanan beberapa penentang dalam jaringan, yang dituduh mengkritik penguasa Thailand, negara anggota PBB yang menghadiri kajian tersebut mengungkapkan keprihatinan atas penurunan keadaan HAM sejak militer mengambil alih kekuasaan dalam kudeta Mei 2014.

Beberapa negara PBB mendesak militer mengkaji ulang konstitusi bermasalah, seperti UU penghinaan raja, yang menurut kelompok HAM semakin banyak digunakan untuk membungkam penentang.

“Thailand seharusnya membiarkan seluruh rakyatnya terlibat penuh dalam semua proses politik,” kata AS dalam pernyataan singkat di dewan tersebut, dangan menyerukan penghapusan “hukuman minimum wajib untuk penghinaan terhadap raja”.

Namun, utusan Menteri Kehakiman Thailand dalam pertemuan itu mengatakan, pembatasan itu hanya “ditujukan kepada mereka yang menimbulkan kerusuhan”.

Pada 27 April lalu, aparat Thailand menahan delapan aktivis karena mengkritik junta militer dan draf konstitusi melalui media sosial Facebook.

Kedelapan orang itu akhirnya dibebaskan dengan jaminan pada Selasa (10/5/2016). Dua dari delapan orang belakangan diadili atas tuduhan penghinaan terhadap kerajaan, Rabu (11/5/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com