Para pakar medis mengeluhkan bahwa kebijakan pencegahan yang buruk telah memicu lonjakan jumlah infeksi virus H1N1 di negara itu. Mereka mengatakan, lambatnya diagnosis juga ikut menambah jumlah korban meninggal.
Separuh dari jumlah kematian akibat flu babi dalam tiga bulan ini terjadi di Negara Bagian Gujarat dan Maharashtra. Dalam seminggu ini, penderita flu babi baru dilaporkan di Negara Bagian Nagaland dan Manipur yang terpencil dekat perbatasan dengan Myanmar.
Wabah besar flu babi terakhir merebak tahun 2009, yang berawal dari Meksiko, lalu menyebar ke seluruh dunia. Ketika itu, kira-kira 2.700 orang meninggal di India.
Virus tersebut, yang menurut para ilmuwan adalah campuran baru gen babi, burung, dan manusia, kini menyebar secara musiman di banyak negara. India tahun lalu mencatat 218 korban meninggal akibat flu babi, turun dari 699 tahun sebelumnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, tingginya jumlah penderita flu babi di India tidak lazim.
Biasanya terdapat dalam badan babi, virus jenis H1N1 itu umumnya tertular dengan menghirup percikan batuk atau bersin seorang penderita atau dengan menyentuh permukaan yang terinfeksi. Gejala-gejala flu burung diawali dengan demam tinggi, menggigil, sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek, dan kelelahan sehingga sering hanya dikira flu biasa.
Sejumlah laporan media lokal mengatakan, banyak apotek mulai kehabisan obat anti-virus Oseltamivir dan Tamiflu, yang saat ini digunakan untuk mengobati infeksi H1N1. Tetapi, Menteri Kesehatan India JP Nadda menyarankan warga agar tidak panik dan memastikan ketersediaan obat dan klinik untuk mengobati para pasien.
Kalangan dokter mengatakan, wabah tersebut tampaknya akan mereda dalam beberapa minggu mendatang karena suhu udara mulai menghangat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.