Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Suriname, Beras dan Singkong Sederajat

Kompas.com - 26/02/2015, 19:28 WIB
Oleh: D Supratikto, Diplomat Indonesia di KBRI Suriname

PARAMARIBO — Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di dunia dalam hal konsumsi beras kerap kelimpungan saat krisis beras melanda. Kegagalan panen dibarengi ulah spekulan berulang kali membuat harga beras melambung sehingga membuat rakyat kebanyakan menjerit. Meski ada upaya menciptakan diversifikasi pangan, usaha tersebut hingga kini belum berhasil.

Salah satu negara yang menjadikan beras sebagai makanan pokok rakyatnya adalah Suriname, sebuah negara di Amerika Selatan. Memang, dengan luas wilayah hanya sedikit lebih besar dibanding Pulau Jawa dan berpenduduk lebih kurang 500.000 orang, permasalahan pangan di Suriname tentu tak bisa diperbandingkan dengan Indonesia.

Namun, bagaimana rakyat negeri ini menyikapi pola makan mereka sehingga tak tergantung terhadap satu jenis makanan pokok seharusnya bisa dijadikan contoh untuk Indonesia. Di Suriname, beras memang menjadi yang utama. Namun, warga negeri ini juga mengonsumsi ketela, ubi jalar, talas, dan jagung secara berimbang.

Seperti halnya Indonesia, Suriname adalah sebuah negara agrikultur yang sebagian besar perekonomiannya didukung sektor pertanian. Negeri bekas jajahan Belanda ini bahkan mampu menjadikan beras sebagai produk ekspor unggulan.

Suriname dihuni berbagai bangsa dengan mayoritas adalah warga keturunan Afrika, India, Jawa, dan Tionghoa. Keragaman ini ternyata berdampak pada variasi makanan di negeri itu yang pada akhirnya tak membuat bangsa ini tergantung pada satu jenis makanan pokok saja, semisal beras.

Ketela cukup mudah didapatkan di berbagai pusat perbelanjaan di Suriname. Ketela dipotong berbentuk kubus pendek dan dikemas dalam kemasan plastik atau dikemas seperti keripik kentang yang sudah digoreng setengah matang. Cara mengonsumsinya tergantung selera masing-masing.

Salah satu jenis makanan berbahan dasar ketela yang paling lazim ditemukan di negeri kelahiran mantan bintang sepak bola Belanda, Edgar Davids, itu adalah cassava brood alias roti ketela. Roti ini biasa disantap dengan sup kepala ikan atau peprewatra.

Makanan lainnya adalah okrobrafoe, yakni ketela yang dimasak dalam bentuk sup bersama daun talas dan oker, sedangkan brafoe adalah ketela dan pisang yang dimasak seperti oseng-oseng ditambah pasta tomat. Pernah karena kehabisan persediaan kentang impor, ketela menjadi pengganti kentang goreng untuk teman menyantap daging steak.

Warga kulit hitam Suriname ternyata juga memiliki makanan khasnya sendiri. Nama penganan itu adalah heri-heri, yaitu ketela yang direbus bersama umbi-umbian lain, seperti ubi jalar, pisang, kimpul, dan talas. Rebusan "gado-gado" ini kemudian disantap dengan lauk sambal ikan asin.

Sementara itu, masyarakat keturunan Jawa mengenal "i", yaitu ketela goreng yang dimakan dengan sambal teri. Ada pula pom, yang dibikin dari talas yang dibumbui dan dicampuri daging ayam sebelum dimasukkan ke dalam oven.

Pom bisa dimakan begitu saja atau disantap dengan roti. Belum lagi tom-tom, bulatan seperti bakso, dari tumbukan pisang tanduk muda yang disantap dengan sup kacang. Kini, jagung juga telah dimodifikasi sebagai bahan campuran untuk membuat roti tawar.

Menariknya lagi, restoran-restoran di Suriname, baik besar maupun kecil, termasuk warung-warung milik keturunan Indonesia, harus mempunyai sertifikat, yang menjamin kesehatan dan kebersihan makanan. Tanpa sertifikat ini, restoran dan warung tidak bisa jual makanan.

Dengan cara penyajian yang pantas, singkong atau ketela—yang jika di Indonesia tak jarang diidentikkan sebagai makanan orang miskin atau orang desa—menjadi makanan yang terhormat di Suriname, dan bahkan bisa dijual dengan harga yang pantas.

Bagaimana Suriname memperlakukan berbagai bahan makanan sederhana menjadi makanan berkelas agaknya bisa dicoba di Indonesia. Dengan demikian, suatu saat, rakyat Indonesia tak lagi perlu menjerit saat harga beras melonjak karena rakyat tak lagi malu menyantap ketela, ubi jalar, talas, atau jagung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com