Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pria Kiribati Cari Status Pengungsi Korban Perubahan Iklim

Kompas.com - 17/10/2013, 17:36 WIB
AUCKLAND, KOMPAS.com - Seorang pria asal Kiribati, Pasifik Selatan, mengklaim diri sebagai pengungsi perubahan iklim pertama dan mencoba mencari suaka di Selandia Baru karena naiknya permukaan air laut mengancam negerinya.

Ioane Teitiota (37) mengajukan banding pekan ini setelah otorita imigrasi Selandia Baru menolak permohonan status pengungsi dan mendeportasi Ioane kembali ke Kiribati.

Kuasa hukum Ioane, Michael Kitt mengatakan, dia mengetahui visa kliennya memang sudah habis namun seharusnya Ioane tidak dideportasi karena kesulitan yang dihadapinya di Kiribati.

Kiribati adalah negeri kepulauan kecil yang terdiri atas 30 pulau karang atau atol yang rata-rata tingginya hanya beberapa meter dari permukaan laut.

Kitt mengatakan naiknya permukaan air laut sudah menggenani sebagian wilayah Kiribati, menghancurkan tanaman, dan mencemari persediaan air bersih.

"Mendapatkan air bersih adalah salah satu hak mendasar manusia. Pemerintah Kiribati tidak mampu, atau mungkin tidak mau, menjamin keberadaan air bersih karena sudah di luar kemampuan mereka," kata Kitt kepada Radio New Zealand, Kamis (17/10/2013).

Kitt menambahkan, kasus Ioane ini bisa menjadi sebuah preseden internasional, tak hanya untuk 100.000 warga Kiribati namun untuk semua populasi manusia yang terancam oleh perubahan iklim.

"Jika permohonan banding Ioane berhasil maka dia akan menjadi pengungsi iklim pertama di dunia," ujar Kitt.

Kiribati, bersama dengan negara kepulauan kecil lain seperti Tuvalu, Tokelau, dan Maladewa, dikhawatirkan akan ditinggalkan penghuninya dalam beberapa dekade mendatang akibat perubahan iklim.

Pemerintah Kiribati bahkan berencana memindahkan seluruh populasi negeri itu atau membangun pulau buatan untuk memindahkan rakyat negeri itu jika permukaan air laut benar-benar akan naik hingga satu meter di akhir abad ini.

Pemerintah Kiribati juga sudah membeli 2.000 hektare tanah di Fiji yang akan digunakan sebagai lahan pertanian, sebagai antisipasi jika intrusi air laut membuat kepulauan itu benar-benar tak bisa ditanami tanaman pangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com