"Anbar telah banyak menderita. Lebih dari 1.500 sekolah rusak atau hancur," ujar Eid Ammash, juru bicara dewan provinsi Anbar kepada kantor berita AFP.
"Sebagian besar sekolah itu menjadi sasaran langsung oleh kelompok kriminal Daesh," tambah Ammash, menggunakan nama Arab dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Sekolah lain, tambah Ammash, digunakan ISIS sebagai basis pertahanan dan kemudian menjadi target serangan pasukan Irak atau serangan udara koalisi. "Butuh uang yang sangat banyak dan setidaknya 2,5 tahun untuk membangun kembali sekolah-sekolah itu, setelah Anbar benar-benar direbut dari tangan Daesh," tambah Ammash.
Ammash melanjutkan, nyaris tak ada sekolah di provinsi Anbar yang masih berdiri utuh. Mulai dari Karma di dekat Baghdah hingga ke Al-Qaim di perbatasan dengan Suriah. "Begitu pula sekolah-sekolah di dalam kota-kota utama seperti Ramadi, Fallujah dan Haditha. Semua hancur," lanjut Ammash.
Kondisi buruk sektor pendidikan di Anbar, yang adalah provinsi terbesar di Irak, juga terjadi di berbagai wilayah lain yang terkena pengaruh konflik yang sudah mengakibatkan 3 juta orang mengungsi.
Berdasarkan data terbaru PBB, lebih dari 70 persen pengungsi anak-anak Irak tak memiliki akses ke pendidikan.
"Sebagian besar sekolah di kawasan yang terdampak konflik, kelebihan bebab atau harus beroperasi dalam dua atau tiga shift untuk mengakomodasi kurangnya ruang kelas," demikian laporan PBB.
Selain sekolah-sekolah yang rusak atau hancur, bangunan sekolah yang masih relatif utuh biasanya digunakan sebagai markas kelompok-kelompok bersenjata. Bahkan saat bangunan itu sudah dikosongkan, tetap tak bisa langsung digunakan karena biasanya dipenuhi bahan-bahan peledak yang masih aktif.