“Anda pasti masih mengingat Thaksin Shinawarta. Pada 2014, ratusan ribu orang memenuhi jalanan, mengekspresikan kemarahan mereka terhadapnya dan seluruh keluarga Shinawatra” ~EPA~
SOSOK ini telah mendominasi politik Thailand selama lebih dari 20 tahun. Dan justu bukan Raja Vajiralongkorn Bodindradebayavarangkun yang menguasai isu politik di negeri itu.
Di sisi lain, pemimpin militer yang sebenarnya memiliki maksud baik (tapi tetap tidak berdaya), Prayuth Chan-ocha tampak hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah kontemporer kerajaan ini.
Dibenci oleh para elit, Thaksin Shinawarta, asli Chiang Mai yang terkenal tangguh, miliuner telekomunikasi yang menjadi politikus (dan Perdana Menteri pada 2001-2006) ini mampu mempertahankan pengaruhnya meski telah digulingkan dan kemudian diasingkan di 2008.
Bahkan, partai politik yang memiliki hubungan dengannya—baik Pheu Thai atau Thai Rak Thai dan para penerus Partai Kekuatan Rakyat (“People’s Power Party”) —berhasil memenangkan semua pemilihan nasional sejak 2001.
Selama 11 tahun terakhir, pria berusia 69 tahun tersebut belum pernah secara terbuka menginjakan kaki di kerajaan tersebut tetapi kehadirannya, atau lebih tepat “ketiadaannya”, tetap menjadi elemen penentu dalam kehidupan politik di Thailand.
Bagaimana dan mengapa pria ini, seorang rakyat biasa, memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap imajinasi publik?
Daya tarik utamanya terletak pada terobosan-terobosan kebijakannya (dikenal sebagai “Thaksinomics”) yang ia buat selama masa pemerintahannya sebagai Perdana Menteri.
Memperoleh kekuasaan tiga tahun setelah Krisis Finansial Asia tahun 1998, Thaksin memasuki pemerintahan dengan membawa kejutan—kejuatan populis—menghidupkan kembali ekonomi yang hancur sampai-sampai PDB Thailand mencapai 6,15 persen pada tahun pertamanya memimpin.
Baca juga: Cegah Junta Militer Berkuasa, 7 Partai Politik Thailand Bentuk Koalisi
Berfokus pada populasi pedesaan yang sebelumnya diabaikan, Thaksin melembagakan sebuah sistem mikrokredit raksasa – Program Satu Desa, Satu Juta Baht.
Lebih lanjut, “Kebijakan 30 Baht” (Program pelayanan kesehatan universal pertama Thailand) berhasil merubah kehidupan kaum petani yang hingga saat ini tetap merupakan basis pendukungnya yang paling setia – khususnya di daerah-daerah dengan jumlah pemilih besar seperti di Utara dan Timur Laut (atau daerah Isan).
Pemimpin-pemimpin selanjutnya berusaha meniru model populis Thaksin, namun tidak ada yang berhasil menandingi kesuksesan Thaksin.
Namun, dengan semakin dekatnya pemilu pertama Thailand selama 8 tahun, pemimpin yang sekarang tinggal di Dubai ini menghadapi tantangan.
Konstitusi yang baru semakin memperkuat elemen konservatif dan militer dalam Parlemen sekaligus melemahkan hasil demokrasi.
Thaksin telah berusaha untuk melawan balik. Melalui sebuah langkah mengejutkan, salah satu mesin politiknya, Partai Thai Raksa Chart (TRC), berupaya untuk menominasikan kakak perempuan Raja – Putri Ubolratana—sebagai kandidat Perdana Menteri-nya.