Kebijakan Duterte memerangi narkoba menuai banyak kritik karena menurut para aktivis HAM, kebijakan ini mengakibatkan tak kurang dari 7.000 nyawa melayang.
Berbagai organisasi pejuang HAM memperingatkan Duterte bahwa kebijakannya merupakan sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Perang melawan narkoba masih menjadi kebijakan utama Duterte hingga 23 Mei lalu ketika kelompok militan pro-ISIS menyerbu kota Marawi di Pulau Mindanao.
Dia langsung memberlakukan status darurat untuk seperti wilayah Filipina di bagian selatan yang dihuni sekitar 20 juta orang.
Duterte bersikukuh, kebijakan penerapan status darurat ini merupakan cara untuk memberantas kelompok ISIS yang berniat mendirikan kekalifahan di wilayah selatan Filipina.
Namun, setelah sebulan bertempur, militer Filipina belum kunjung mampu mengalahkan kelompok militan yang menduduki Marawi.
Pertempuran sudah menewaskan 400 orang dari kedua pihak dan warga sipil serta mengakibatkan ribuan warga Marawi mengungsi.
Meski demikian, popularitas Duterte tetap tak tergoyahkan. Dia tetap dicintai rakyat Filipina.
Baca: Duterte Sebut Militan Penyerbu Kota Marawi Dibiayai Gembong Narkoba
Contoh lain tingginya popularitas Duterte adalah di parlemen Filipina. Di sini partainya menyapu bersih hampir semua kursi parlemen.
Dari 296 anggota parlemen hanya tujuh kursi disisakan untuk kelompok oposisi yang bahkan akhirnya juga memuji sang presiden.
"Di samping sikapnya, bahasanya yang kasar, retorikanya yang melecehkan, dan kebijakan politik yang salah, Presiden Rodrigo Duterte, dengan caranya sendiri bisa mempersatukan bangsa ini," kata Edcel Lagman, seorang politisi oposisi.
Namun, kata Lagman, janji-janji perubahan yang diumbar Duterte sebelum berkuasa belum jadi kenyataan.
Dan, menurut Lagman, popularitasnya perlahan-lahan berkurang. Jika hal itu terjadi maka dukungan di parlemen juga akan hilang.
Dalam dunia politik Filipina, para politisi dari berbagai partai cenderung mendukung seoran presiden yang populer di awal masa jabatannya.
Namun para politisi yang didorong kepentingan pribadi ketimbang ideologi, kerap berubah kubu saat popularitas seorang presiden menurun.