Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal S Bin Saju
Editor

Wartawan, mendalami isu-isu internasional dan penyuka Sepak Bola

Teror di Jantung Inggris, Ramalan Itu Jadi Kenyataan

Kompas.com - 24/03/2017, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorErvan Hardoko

Sebenarnya, seorang pejabat polisi anti-teror Inggris pada awal 2016 telah mengingatkan bahwa akan terjadi serangan besar dan spektakuler ke Inggris oleh kelompok ISIS.

Bahkan jauh sebelum terjadi serangan teror di Paris pada November 2015 dan di Brussels pada Maret 2016, London sebenarnya sudah mengkhawatirkan bahwa suatu saat Inggris akan diserang.

Perdana Menteri Inggris  David Cameron saat itu, menyakini, ISIS, baik di Suriah ataupun Irak sedang merencanakan sebuah serangan besar, dan menjadikan Inggris sebagai salah satu sasaran utama.

Cameron memperingatkan kepada semua negara Barat untuk terus meningkatkan kewaspadaan.

"Ini adalah ancaman eksistensial karena apa yang terjadi di sini adalah penyimpangan dari agama besar dan penciptaan pemujaan terhadap kematian, yang telah meracuni banyak pikiran anak muda," kata Cameron seperti dikutip Reuters, Senin (29/6/2015).

"Ada sekelompok orang di Irak dan Suriah yang sedang merencanakan untuk melakukan tindakan yang mengerikan di Inggris dan di beberapa tempat lainnya di dunia. Dan, selama ISIS ada di negara kita, maka kita berada di bawah ancaman," ujar Cameron lagi.

Pernyataan Cameron tersebut muncul tiga hari setelah tragedi berdarah di pantai Sousse,Tunisia.

Dalam insiden itu, 39 orang meninggal, ketika seorang pria bersenjata simpatisan ISIS, dan kemudian dikonfirmasi ISIS, menembak turis yang tengah bersantai di pantai Sousse, 26 Juni 2015.

Kebanyakan dari korban tewas, yakni 30 orang (dari 38 korban tewas), merupakan warga negara Inggris.

Hal itulah yang sejatinya membuat pemerintah Inggris geram dan marah besar atas insiden yang terjadi di Sousse itu.

Namun, kini Inggris kecolongan. Kita dapat menyebutnya demikian, karena sebenarnya pelaku penyerangan kali ini sudah pernah diendus oleh MI5 (Dinas Intelijen Militer, Bagian 5) Inggris. 

Lagi pula, serangan teror justru menerobos hingga ke pusat kota, kawasan Westminster, yang menjadi simbol demokrasi Inggris, sekaligus jantung kota London dan jantung Inggris.

Kini, Inggris meski juga menyadari bahwa ada ratusan warganya telah pergi ke Suriah, dan mungkin juga ke Irak, sejak tahun 2014 untuk berperang bersama ISIS.

Setelah kini posisi ISIS di Suriah semakin melemah, juga sudah banyak warga Inggris tersebut yang kembali ke Inggris. Mungkinkah pria tadi bagian dari mereka, ataukah tidak?

Meskipun ISIS telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan di London, namun masih sulit diverfikasi.  Apakah klaim itu benar, atau tidak jelas masih harus dibuktikan.

Mungkin juga pelaku, Khalid Masood (52), pria kelahiran Kent, Inggris, memang ada kaitannya dengan kelompok itu, tetapi bisa jadi juga dilakukan hanya sebagai simpatisan ISIS semata atau juga mungkin pemain tunggal (lone wolf). 

Apalagi pelaku kunci, Masood, dalam serangan di Westminster itu telah tewas ditembak polisi, sehingga akan menyulitkan aparat untuk cepat membuktikan keterkaitannya dengan ISIS. 

Pengkapan terhadap tujuh orang di London dan Birmingham terkait serangan teror di gedung Parlemen Inggris itu diharapkan bisa membuka jalan, apakah klaim ISIS itu benar atau tidak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com