Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Pandangan Komunitas China Asia Tenggara terhadap Masa Depan

Kompas.com - 26/01/2017, 19:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Steven sangat bangga dengan identitas Hakka yang melekat pada dirinya, "Ayahku selalu mengajarkan aku pentingnya kemerdekaan, semangat dan ketahanan." Ibu Charlyn, secara kebetulan, juga orang Hakka.

Steven memanfaatkan jaringan klan di Balakong untuk memperkuat ikatannya dengan lingkungan, khususnya dalam hal perekrutan – mengilhami lahirnya bisnis dengan etos komunitas dan keluarga yang kuat.

Namun, sikap optimistis pasangan ini berubah tiba-tiba ketika kami mulai membicarakan keamanan. Sangat jelas bagi mereka bahwa hukum dan ketertiban menjadi masalah dasar – suatu hal yang dapat mendorong mereka untuk bermigrasi. Namun, dengan dua anak yang masih kecil, mereka enggan untuk mengambil kesempatan itu.

Steven bercerita kepada saya, "Kami membayar 150-200 Ringgit setiap bulan untuk keamanan setempat, untuk memastikan anak perempuan kami dalam keadaan aman."

"Saya sendiri yang mengantar Zo Yee ke Taman Kanak-Kanak (TK) dan menjemputnya setiap hari. Tempat penitipan anak dan TK di kawasan ini juga telah memberlakukan prosedur yang ketat, dan anak-anak tidak diizinkan untuk bermain di jalan," Charlyn menambahkan.

Namun dengan semua ciri khas keluarga China-Malaysia, Charlyn yang berpendidikan Mandarin, dan menempuh studi dua tahun di Universitas Nanjing yang prestisius, tidak tertarik sama sekali untuk menerapkan sistem pendidikan yang ia bawa serta.

"Terlalu banyak pelajaran menghafal. Saya ingin anak kami belajar sambil bermain dan menghabiskan waktu di luar rumah. Anda tak bisa hanya belajar saja dan tidak memiliki kehidupan sama sekali."

Ia sendiri beralih ke studi hukum dan pindah ke Leeds University, tempat di mana ia merasa lebih bahagia.

Walaupun demikian, pengalaman membuatnya frustasi ketika ia tidak dapat membuka praktek sebagai pengacara karena otoritas menolak untuk menerima kualifikasinya.

"Saya mengajukan permohonan tiga kali. Saya merasa sangat tidak adil ketika mereka menolak UEC – ijazah SMA China swasta saya."

Bagaimanapun, Charlyn tidak melulu melihat China itu baik.

"Saya mendapati para mahasiswa di Nanjing terlalu terobsesi dengan studi mereka. Mereka hanya berupaya keras untuk masuk ke salah satu universitas top di China, dan tak ada lagi yang mereka kerjakan. Kebijakan satu anak juga bisa berakibat mereka menjadi terlalu agresif dan manja. Kami tidak menyukainya."

Ketika pasangan ini peduli dengan kemungkinan berlakunya Hukum Syariat untuk non-Muslim, mereka relatif optimistis dengan hubungan antar ras yang sering diuji di negara ini.

"Isu ras hanya politik. Saya percaya bahwa penduduk Malaysia yang berasal dari semua ras dapat bekerja sama secara harmonis."

Di sebuah era globalisasi, Steven dan Charlyn mengungkapkan hal-hal yang perlu dibangun dari pengalaman persilangan Asia Tenggara China – seperti menyesuaikan realitas sosial, kultural dan edukasi. Sehingga ketika mereka diidentifikasikan kuat sebagai China Hakka, mereka tidak takut terhadap inovasi.

Bila belajar sambil "bermain" dalam pelajaran Bahasa Inggris lebih mendorong perkembangan anak-anak dalam jangka panjang maka itulah yang akan mereka lakukan.

Sementara itu, Charlyn menekankan dengan segenap ketetapan sebagai keturunan Hakka.

"Kami tidak pernah berpikir sungguh-sungguh untuk bermigrasi. Keluarga kami di sini."

Video Hari Raya Imlek: https://youtu.be/TfAjrnUpxQw 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com