Bagi saya, tes yang sesungguhnya datang di saat-saat setelah Lee jatuh, ketika dia menyadari perlunya campur tangan dan menenangkan negaranya pada saat yang dibutuhkan. Prospek kepemimpinan Tharman di masa depan menjadi topik hangat yang diperdebatkan di Singapura sekarang ini.
Dilihat dari luar, dia dipandang sebagai produk sempurna dari sistem PAP yang melahirkan calon-calon pemimpin. Dia juga dipandang memenuhi sejumlah kriteria. Berpendidikan tinggi? Tharman merupakan lulusan dari LSE, Cambridge dan Harvard. Keunggulan teknokratis?
Ia sebelumnya adalah Chief Executive dan kemudian Ketua Otoritas Moneter Singapura (MAS). Dia juga menjalankan tugas sebelumnya sebagai Menteri Edukasi dan Menteri Keuangan dengan sangat baik.
Bagaimana pengalaman internasionalnya? Dia memimpin Komite Keuangan dan Moneter Internasional (IMFC) di IMF. Apakah dia pandai dalam berkampanye? Dia sukses di daerah pemilihan Jurong sejak 2001 dengan selalu mendapat suara mayoritas di sana.
Lalu apakah etnis Tharman sebagai seorang India Singapura di negara dengan mayoritas penduduk beretnis China bisa menjadi suatu masalah?
Memang benar, sebuah artikel yang baru-baru ini dipublikasikan oleh Straits Times menguraikan enam kandidat yang dipertimbangkan akan berkompetisi dalam mendapatkan jabatan perdana menteri. Nama Tharman tidak termasuk dalam keenam orang tersebut.
Apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Bukankah Singapura menganut sistem meritokrasi? Bukankah Singapura selalu merekrut dan mengangkat yang terbaik dan paling cerdas?
Saya akui bahwa saya sangat tertarik mengetahui mengapa ada keengganan untuk mempertimbangkan seorang pria yang secara jelas lebih unggul di atas rekan-rekannya, terutama mengingat badai ekonomi dan finansial yang sedang dan akan dihadapi Singapura dalam satu dekade ke depan?
Kaum elite Singapura sedang dihadapkan dengan dilema yang tidak biasa: seseorang yang berpotensial menjadi seorang pemimpin dengan kinerjanya yang melampaui semua rekan-rekannya dalam hal kemampuan administrasi dan politik.
Di Singapura, di mana kemampuan otak dan kecerdasan yang didapat dari membaca buku telah mengungguli kecerdasan emosional dalam waktu yang lama, sedangkan Tharman memiliki intuisi dan retorika yang tidak dimiliki oleh orang lain untuk memenangkan dan membujuk orang-orang sebangsanya
Akhirnya, kita harus bertanya apakah warga Singapura benar-benar dilayani oleh kegagalan imajinasi ini dalam kesuksesan mereka?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.