Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penantian Sapi-sapi Australia Sebelum Diekspor ke Indonesia

Kompas.com - 01/08/2016, 18:49 WIB
Caroline Damanik

Penulis

KOMPAS.com/Caroline Damanik Service Manager South East Asian Livestock Services (SEALS) Kevin Mulvahil, salah satu eksportir sapi di Darwin, Northern Territory, Australia.
Service Manager South East Asian Livestock Services (SEALS) Kevin Mulvahil mengatakan, pada saat izin ekspor yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia jauh di bawah perkiraan sebelumnya, mereka harus bekerja keras mencari pasar lain untuk sapi-sapi yang sudah disiapkan. Meski menjerit, melalui hari-hari yang mendebarkan, mereka akan melempar sapi-sapi itu ke Vietnam.

Kevin juga membenarkan bahwa akibat lambatnya izin yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, mereka harus menambah biaya untuk pemeliharaan sapi di export yard dan juga parkir kapal setiap hari.

"Kapal hanya bersandar di pelabuhan dan tidak melakukan apa-apa, tetapi kami harus tetap membayar biaya parkirnya," ucap Kevin.

Oleh karena biaya-biaya tak terduga itu, para eksportir pun mau tak mau menaikkan harga sapi yang diekspor ke Indonesia. Biasanya, per kilo sapi bakalan dibanderol dengan harga 3 dollar Australia atau sekitar Rp 30.000 per kilogram hidup. Namun, jika mereka harus menambahkan biaya ini itu, harganya bisa melambung.

Stuart dan Kevin sama-sama menyarankan, jika Indonesia ingin harga sapi impor rendah, maka kuota impornya harus dibuka luas dan izin dikeluarkan beberapa bulan sebelum periode pengiriman tiba.

Namun, Stuart mengatakan, tahun ini tidak jauh berbeda. Mereka harus mengurus izin empat bulan sekali.

Banyak pertimbangan

Sementara itu, Konsulat Jenderal RI di Darwin, Andre Omer Siregar, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah Indonesia itu terjadi karena sejumlah pertimbangan di dalam negeri. Salah satunya  adalah keinginan pemerintah mendorong swasembada sapi.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Darwin, Andre Omer Siregar.
“Pada akhirnya kita menyadari ada suatu logistik yang harus dipenuhi. Bagi mereka (para eksportir) yang sedemikian efisien, lebih mudah kalau direncanakan jangka panjang. Sementara di Jakarta, banyak pertimbangan masalah kesehatan (lalu juga) untuk mendorong masyarakat yang memiliki sapi untuk menjualnya,” tuturnya ketika diwawancarai di rumah dinasnya di Darwin, akhir Mei 2016.

Namun, lanjut Andre, para peternak belum siap. Infrastruktur untuk mendukung produksi sapi yang berlimpah belum mendukung.

“Pemilik sapi belum tentu memiliki persepsi yang sama. Saat ke lapangan, mereka (para peternak di Australia) tidak lagi melihat nama (jenis) sapi. Mereka langsung namakan, ini namanya beef burger, ini namanya steak,"  kata Andre.

Menurut Andre, tidak ada alasan personal, hanya bisnis. "Sementara kita di Indonesia, lihat sapi, wah ini bisa untuk tabungan wisuda anak kita atau pernikahan anak kita. Beda model bisnis. Nah kalau gitu, kan pemerintah harus seimbang sehingga harus mendorong para pemilik sapi itu untuk berkontribusi terhadap pasar Indonesia,” kata Andre.

Andre mengaku terus melakukan komunikasi dengan para eksportir sapi dan asosiasinya. Menurut dia, Indonesia masih membutuhkan pasokan sapi dari Australia.

“Saya sampaikan kepada teman-teman di sini, kalian akan menjadi partner yang penting dalam ekspor impor sapi. Karena (pengiriman) cuma empat hari perjalanan dan lebih efektif dan kualitas dagingnya terjamin,” ucap Andre.

“Ini proses, butuh waktu, tetapi pada akhirnya saya sampaikan Indonesia membutuhkan sapi dan peternak di sini membutuhkan kepastian dan kita akan terus melakukan kolaborasi yang erat,” tambah Andre.

 

KOMPAS.com/Caroline Damanik Sapi-sapi yang siap diekspor di dalam sebuah kandang luas di Noonamah, 42 kilometer ke arah tenggara dari Darwin, Northern Territory, Australia.

 (Tulisan ini merupakan bagian dari program "Jelajah Australia 2016". Kompas.com telah meliput ke berbagai pelosok Australia pada rentang 14 Mei - 15 Juni 2016 atas undangan ABC Australia Plus. Di luar tulisan ini, masih ada artikel menarik lainnya yang telah disiapkan terbit pada Juli hingga akhir Agustus 2016. Anda bisa mengikuti artikel lainnya di Topik Pilihan "Jelajah Australia 2016".)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com